Oleh : Jacobus K. Mayong Padang
HARI ini, 17 Februari hari lahir seorang pejuang yang jasanya sangat besar. Meskipun ia seorang perempuan dan tidak berpendidikan tinggi, jasanya memerdekakan negeri ini tidak bisa ditakar dengan apa pun, setara bahkan melebihi pejuang lainnya.
Kelebihannya, walaupun ia berjasa besar, dan masih hidup 39 tahun setelah Indonesia yang diperjuangkannya merdeka, ia sama sekali tidak mendapat apa2 dari pemerintah, dari negara. Sama sekali tidak ada. Ia hidup apa adanya untuk tidak mengatakan menderita. Hidup dari jerih payahnya membanting tulang.
Bahkan satu-satunya permohonannya kepada negara, tempat untuk memakamkan jasadnya, tetapi itu pun ditolak. Satu-satunya permohonannya tapi ditolak pula sungguh menyedihkan.
Namun deritanya tidak sampai di situ. Masih ada yang lebih memilukan. Yakni walaupun jasanya besar, sampai hari ini, 34 tahun setelah ia meninggal, ia tak kunjung diberikan gelar pahlawan nasional padahal sudah berulang kali diusulkan.
Sungguh sebuah pelecehan, yang patut disesalkan. Anehnya, tak banyak yang risau tentang itu, bahkan komunitas daerah kelahirannya pun tak ada yang gelisah. Bahwa ada seorang pejuang dengan jasa yang amat besar bagi bangsa ini seharusnya menjadi kebanggaan dari tanah kelahirannya. Dan bila pejuang itu tidak kunjung diakui dengan gelar pahlawan, mestinya ada yang keberatan, gelisah. Anehnya, semua diam membisu.
Pahlawan itu, PANTAS INGGIT GARNASIH, pejuang dari tanah Sunda yang lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung, 17 Februari 1988. Alfateha, semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi Sang Pencipta.
Mengharukan tulisan ini,… namu dalam fakta yg terjadi dimana2 ada saja pahlawan yang terlupakan. Sebeiknya kita ingat,´generasi yang baik adalah yang tidak melupakan jaza2 dari pendahulunya´ alfatihaa.