PEDOMANRAKYAT, LUWU UTARA – Seorang Kepala UPT SMP Negeri 6 Satap Sabbang Selatan Luwu Utara, Sitti Hamsinahdengan menerapkan pendidikan kepada siswa siswinya yakni pendidikan karakter, moral, ahklak dan mutu.
Hal tersebut disampaikan Sitti Hamsinah bahwa, mentalitas korup yang melanda masyarakat Indonesia, terjadi karena adanya kesalahan pendekata dalam bidang pendidikan.
” Karena sejak awal anak didik diarahkan mengejar IQ (kecerdasan intelektualnya) dengan mengukur prestasi berdasarkan peringkat, sementara EQ (kecerdasan emosi) yang mengarahkan anak untuk menghargai proses, kejujuran dan etika tidak diperhitungkan sebagai bagian dari prestasi,” sebut Hamsinah panggilan akrabnya.
Penanaman nilai juang untuk menghargai proses selama ini telah terkikis secara sistematis. Lembaga pendidikan pun tak luput dari gejala pengikisan itu karena adanya orientasi hasil dalam mengukur prestasi murid.
Untuk setiap mata pelajaran guru mengambil parameter angka ujian, tanpa peduli bagaimana caranya agar siswa memperoleh angka. Berdasarkan raihan angka-angka ujian tiap mata pelajaran, disusunlah peringkat untuk menentukan layak tidaknya seorang siswa naik kelas atau lulus.
” Menurut Sitti Hamsinah, banyak prang tua siswa mengikuti pola anutan di sekolah. Orang tua bangga jika anaknya membawa raport berangka tujuh keatas. Kebanggaan itu tidak disertai pertanyaan bagaimana cara sang anak meraih angka itu,” tuturnya.
Dan sebaliknya, jika anak pulang membawa raport dengan angka merah, apalagi kalau anak bersangkutan tidak naik kelas atau lulus, banyak orang tua marah dan malu.
Untuk diketahui, tak sedikit prang tua menyogok guru atsu kepala sekolah agar angka ujian semester berubah, sehingga anaknya bisa naik kelas atau lulus. Ini biasanya dilakukan oleh orang tua yang rata-rata dari kelas ekonomi menengah keatas.