Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Dalam QS Al- Nisa: 28, Allah SWT berfirman, “Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.”
Lemah menurut Muhammad Sulaiman al-Asyqar dalam Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir, yakni tak mampu mengendalikan diri dan melawan hawa nafsu yang bergejolak. Pendapat tersebut, bisa saja berbeda dengan pendapat para mufassir yang lain.
Ada satu kisah menarik tentang salah seorang ulama yang terkenal akan kezuhudan, ketaqwaan, serta pemahaman keagamaan yang begitu mendalam, Syarik bin Abdillah an’ Nakha’i.
Syarik hidup pada masa Daulah Abbasiyah, saat itu kepemimpinan berada di bawah kendali dan kekuasaan al-Mahdi. Al- Mahdi sangat berharap agar Syarik bersedia menjadi hakim. Tawaran al-Mahdi ditolak oleh Syarik karena bersikukuh ingin menjauhkan dirinya dari penguasa dzalim.
Al-Mahdi tidak kehabisan akal, suatu hari al-Mahdi mengirim utusan kepada Syarik untuk memilih salah satu dari tiga tawaran yang diberikan.
Pertama, Syarik diberi jabatan sebagai hakim negara, kedua, Syarik diminta menjadi guru pribadi bagi anak-anak al-Mahdi, dan ketiga, bersedia memenuhi undangan makan di istana.
Demi menjaga perasaan al-Mahdi, dan menghormati tawaran istana, Syarik memilih pilihan ketiga yang dianggap paling ringan. Mendengar kesediaan sang ulama menghadiri jamuan makan istana, al- Mahdi memerintahkan para juru masak istana untuk menyiapkan makanan terbaik.