”Selamat sore”. Suara itu menggelegar di telingaku. Tapi aku tidak segera merespon. Sebelum mengarahkan wajah, aku tengok ke depan dan juga ke arah yang berlawanan. Tidak ada orang lain. Salam itu pasti untukku. “Selamat sore ” jawabku.
Aku melihat wajahnya. Dia tertawa lebar. “Bapak mau ke masjid,” ? Saya mengangguk. “Bapak tinggal di mana,” ?
Sebelum menjawab, aku membatin. Pengurus RT rupanya. Aku hanya menunjuk jalan, tidak tahu nama dan nomornya. “Bapak yang pakai Pajero putih kan,” ? “Betul,” jawabku sambil ngangguk.
Ke Manado kami memang pakai Pajero untuk perjalanan tiga hari dua malam. Aku semakin yakin orang tua itu pengurus RT. Aku dan rombongan pasti diminta melapor.
Ternyata dia bukan pengurus RT. Rumah tempatnya berdiri di Kompleks Perumahan Wale Manguni Paal Dua, adalah peninggalan orang tua, yang dihuni saudara perempuannya. Dia menyebut rumahnya, di bagian lain kota Manado.
Pak Ronald mengaku senang saja datang. Apalagi adik perempuannya masih kantoran. Dia sekaligus bantu adik menjaga rumah . Aku menulis ini, untuk menggambarkan karakter asli orang sana. Laki atau perempuan, tua dan muda. Semuanya gampang menyapa, kepada siapapun yang mereka temui.
Kalau ada kakek- kakek seperti saya, disapa gadis.cantik berkulit putih, dengan rok di atas lutut, “selamat tengah hari om.” Jangan lalu merasa besar kepala, seakan mendapat “durian runtuh”. Mendapat gadis cantik yang tiada banding. Anda akan kecele dan bisa malu- maluin.