Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Al Imran, merupakan surat ketiga dari kitab Suci Alquran, yang salah satu isinya berceritera tentang keluarga Imran.
Selain sebagai tokoh nyata dan historis, Imran juga merupakan lambang kebenaran Ilahi dan simbol kontinyuitas penyampaian kebenaran Ilahi kepada seluruh umat manusia.
Kisah tentang keluarga suci tersebut, di dalam Alquran dimulai dengan penuturan bagaimana isteri Imran mengandung dan bernazar kepada Allah SWT untuk mendidik anaknya menjadi seorang yang bebas dari urusan duniawi, dikarenakan senantiasa mengemban amanah tugas keagamaan, sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah SWT.
Isteri Imran sebagaimana disebutkan di dalam Alquran, tidak melahirkan seorang bayi lelaki, tetapi seorang bayi perempuan. Isteri Imran tidak merasa kecewa dengan fakta tersebut, walaupun dia sangat berharap mendapatkan seorang bayi laki-laki. Bayi mungil yang baru saja dilahirkan diberi nama Maryam, dan isteri Imran berjanji kepada Allah SWT untuk mendidik bayi tersebut dan melindunginya dari setan yang terkutuk
Allah SWT menerima tekad isteri Imran tersebut dan Maryam tumbuh menjadi wanita yang suci bersih. Maryam diasuh oleh Nabi Zakaria AS bersama isterinya Ellizabeth, yang merupakan sepupu Maryam sendiri.
Zakaria seringkali mendapati anak asuhnya, Maryam, berdoa di dalam mihrab, dengan ketersediaan makanan yang sangat cukup baginya. Makanan yang didapati oleh Maryam, merupakan mukjizat dari Allah SWT.
Suatu hari, ketika Maryam sedang berada di dalam mihrabnya, malaikat datang kepadanya dan berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya Allah memberi berita gembira kepadamu dengan suatu sabda dari pada-Nya, yang nama al-Masih, Isa putera Maryam, seorang yang terhormat di dunia dan akhirat, dan termasuk mereka yang dekat (kepada Allah SWT).
Mendengar hal tersebut, Maryam menjadi sangat masygul: bagaimana mungkin, seorang perawan yang masih suci, bisa melahirkan seorang anak? Malaikat menjawab; hal tersebut merupakan kehendak Allah SWT. Jika Allah SWT berkata, “Jadilah”, maka hal tersebut pasti terjadi QS Ali Imran/3:35-36.
Maka Isa al Masih atau Yesus Kristus (dari terjemah Yunaninya) pun disebut “Sabda Allah” karenanya merupakan wujud sabda-Nya, “Jadilah!” tersebut, yang lahir tanpa ayah, dari Maryam yang suci, seorang manusia yang kemudian diutus oleh Allah SWT sebagai Nabi.
Tapi bangsanya sendiri, kaum Yahudi, banyak yang menuduh Maryam dengan tuduhan tidak senonoh QS al Nisa/4:156, dan menyebut Isa sebagai anak haram. Sayang sekali tuduhan serupa juga tersirat dalam pandangan sebagian kalangan teolog Kristen liberal Amerika.
Memang sama dengan kaum Muslim, mereka berpendapat Isa al-Masih adalah manusia biasa, bukan Tuhan, dan Isa menggambarkan akan datangnya juru selamat yang sebenarnya, yang bukan dirinya sendiri. Namun mereka juga mengatakan bahwa Isa al-Masih, sebelum meninggal sempat diberitahu ibunya tentang siapa sebenarnya ayahnya (Naudzu billah min zaalik).
Alquran tidak membenarkan pandangan tersebut. Secara proporsional, Isa al-Masih adalah Nabi, manusia suci, Sabda Allah, lahir tanpa ayah dari Maryam yang suci, terhormat di dunia dan di akhirat. Kita semua wajib beriman kepadanya.
Tulisan ini diadopsi dari tulisan salah seorang Guru Bangsa, Prof Dr Nurcholis Majid (Allahummagfir lahu). Allah A’lam
Makassar, 15 April 2022