Pengurus masjid tersebut melanjutkan, “Di awal bulan suci Ramadan, jamaah masjid kami penuh. Bahkan meluber hingga ke halaman masjid.”
Saya hanya menimpali, “Mungkin jamaah yang tadinya hadir di masjid ini, saat ini sudah pulang kampung, atau mencari masjid lain untuk mencari suasana baru.”
Pengurus masjid tersebut mengoyangkan kepala sembari berucap, “Semoga saja.”
Usai menunaikan salat Isya dan Tarwih berjamaah, saya kembali menyusuri jalan yang dilalui sebelumnya, ternyata suasana jalan makin ramai dan padat. Saya kembali berucap, alhamdulillah banyak jamaah yang baru pulang dari menunaikan salat tarawih berjamaah. Walaupun nampak beberapa kendaraan roda empat dan dua parkir di beberapa bahu jalan yang menghambat lajunya arus kendaraan.
Mungkin saja setelah tarawih mereka mampir sejenak di beberapa titik yang menawarkan diskon besar-besaran, atau jangan-jangan mereka sudah berada di tempat tersebut sejak beberapa saat yang lalu dan belum sempat menunaikan tarwih di masjid dan akan menunaikannya di rumah.
Ataukah setelah itu, mereka sudah tidak sempat lagi menunaikan di rumah saat itu, demi mengejar diskon 80 persen?
Iming-iming, keistimewaan lailatur qadr, terkalahkan oleh diskon 80 persen, dikarenakan memang manusia membutuhkan hasil yang dapat diraih saat itu, dan mengabaikan janji yang lebih baik di hari esok.
Memang Allah SWT telah mengingatkan kepada umat manusia, “Kalian (manusia) lebih tertarik pada hasil yang segera diwujudkan, daripada hasil yang pahala dan imbalannya lebih besar di hari esok.”
Semoga kita termasuk hamba Allah SWT yang mendapatkan kemuliaan pada malam lailatul qadr. Allah A’lam.***
Makassar, 19 April 2022