Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Dalam salah satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, kecuali kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Dikutip dari salah satu tulisan Mahaguru dan Mahaterpelajar, Prof Dr Azyumardi Azra, istilah fitrah hanya digunakan sekali dalam Alquran. Para mufassir menjelaskan, manusia diciptakan Allah SWT dengan memberinya naluri bawaan untuk bersikap hanif, cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan.
Dengan melaksanakan ibadah puasa selama sebulan lamanya, kita berharap dapat kembali ke fitrah, asal penciptaan ketika diciptakan oleh Allah SWT, setelah sebelumnya fitrah kita, mungkin ternoda dengan perbuatan yang menjauhkan diri kita dari nilai-nilai ke-Tuhanan.
Seyyed Hossein Nasr, salah seorang Guru Besar di beberapa universitas terkemuka di Amerika Serikat, sebagaimana yang dikutip Azyumardi Azra, dengan mencapai fitrah, maka manusia kembali ke axis, poros, atau sumbu eksistensinya, meninggalkan ring, lingkaran luar yang berada jauh dari pusat eksistensial manusia itu sendiri.
Dalam menyambut hari yang fitri, semestinya merupakan kelahiran kembali manusia, bagaikan kuncupnya pohon lotus yang begitu indah meskipun ia tumbuh dan besar dari air yang kotor berlumpur.