Yang pertama, mungkin mereka tenggang, tapi yang kedua sama sekali tidak, karena efek sosialnya yang meluas. Logikanya, jika kepada isterinya saja, Gary Hart berlaku curang, maka bagaimana dengan masyarakat dan bangsa yang akan dipimpinnya?
Maka dalam hal etika sosial, negara seperti Amerika Serikat, Gunnar Myrdal menyebutnya “Negeri Tegar”. Jepang, misalnya adalah juga “Negeri Tegar”, nampak dari tradisi para pejabatnya yang mengundurkan diri (dahulu bahkan harakiri) jika jika dirinya atau orang yang dipimpinnya melanggar etika sosial.
Pertanyaannya, bagaimana dengan negeri yang kita cintai ini? Nampaknya Myrdal menggolongkan negara kita ke dalam kelompok “Negeri Lunak” dari segi etika sosial.
Benar tidaknya, tentu bukan suatu hal yang mudah untuk memutuskannya. Tapi, sepintas lalu, boleh kita bayangkan, andaikan kriterium Amerika yang menimpa Gary Hart, atau kriterium Jepang yang melahirkan harakiri atau mundur dari jabatan, yang diterapkan di negara kita, bisa dibayangkan betapa runyamnya kondisi negeri ini.
Kita menyadari bahwasanya kriterium negeri orang belum tentu cocok untuk negeri kita. Namun persoalan dasarnya sama, yaitu bahwa kejayaan suatu bangsa dapat berdiri kokoh jika dilandasi ahlak yang mulia.
Akhirnya kita perlu bernyanyi, maju tak gentar membela …. Allah A’lam. ***
Watampone, 03 Mei 2022