PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Sekitar 90% pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Selatan belum menempatkan pengembangan dan pembinaan bahasa sebagai program prioritas dalam pembangunan daerah.
“Mereka belum paham tentang Peraturan Menteri Dalam Negeri yang berkaitan dengan pengembangan bahasa daerah. Peraturan tersebut kemungkinan tidak pernah dibaca oleh eksekutif dan legislatif,” ujar Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan Drs. Yani Prayono pada acara Alumni Gathering Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unhas, di Gedung Ipteks Kampus Tamalanrea, Sabtu (21/05/2022).
Gambaran tersebut diperoleh Yani Prayono yang baru 2 bulan lebih memimpin Balai Bahasa Sulsel setelah berkeliling ke enam kabupaten dan 2 kota. Di antara delapan pemerintah kabupaten/kota tersebut, hanya Sekda Barru dan Wali Kota Makassar yang memperlihatkan adanya kepedulian terhadap pengembangan bahasa Indonesi dan bahasa daerah.
Oleh sebab itu, kata Yani Prayono, pihaknya sudah berkolaborasi dengan 45 lembaga di daerah bekerja sama dalam penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
“Fakultas pun dapat mengarahkan mahasiswa menulis skripsi, tesis, maupun disertasi menulis mengenai program unggulan nasional, yakni menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN,” ujar mantan Kepala Balai Bahada Bangka Belitung yang tampil tandem bersama Dr. Faisal Syam, M.Si, Direktur Harian Fajar.
Menurut Yani Prayono, bahasa Indonesia sebenarnya lebih pantas menjadi bahasa ASEAN karena digunakan oleh sedikitnya (di Indonesia) 250 juta pendidik. Di Malaysia saja bahasa Melayu digunakan sekitar 60% penduduk negara itu karena ada bahasa Mandarin dan Tamil atau Urdu.