Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Dalam beberapa kesempatan menyampaikan ceramah atau memberi nasihat keagamaan, biasanya muballigh/ da’i mengutip sabda Rasulullah SAW, “Qulil haqqa wa lau Kaana Murron.” Yang artinya, “Katakan yang benar walaupun pahit.”
Hadis Rasulullah SAW tersebut mengingatkan kepada kita bahwasanya kebenaran harus diungkapkan, walau dengan risiko yang mungkin akan kembali kepada diri mereka yang berani mengungkapkan kebenaran tersebut.
Dari sini, tersirat bahwasanya, untuk mengungkapkan suatu kebenaran bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Hadis Rasulullah SAW itu juga mengingatkan agar kita mau dan berani melakukan introspeksi terhadap diri kita dahulu sebelum melakukan masukan kepada orang lain.
Umumnya, introspeksi terhadap diri sendiri terasa berat, karena aib diri sendiri takut diketahui orang lain. Seperti halnya ketika ada yang mempertanyakan harta kekayaan yang kita miliki, mobil, dan sebagainya. Agar tidak menimbulkan kecurigaan alangkah baiknya dijelaskan asal-usul harta yang kita peroleh.
Apalagi misalnya, kita dipercaya oleh masyarakat sebagai tokoh yang mewakili mereka dalam melaksanakan amanah untuk menegakkan kebenaran ataupun melaksanakan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak. Ini memang tidak mudah, kecuali kita memiliki kebesaran jiwa untuk mengungkapkannya.
Hadis Rasulullah SAW di atas dapat terpahami dengan baik ketika upaya introspeksi diri senantiasa dilakukan. Rasulullah SAW mengingatkan, “Thuba li man syaghalathu aybuhu an uyuubi al- Nas.” Artinya, “Beruntunglah mereka yang senantiasa melakukan introspeki diri daripada mencari kesalahan orang lain.”
Pepatah Melayu mengingatkan, “Semut di seberang laut nampak jelas di mata, gajah di depan mata tidak nampak.”