“Lebih enak dan lebih bermakna kalau buku ini digarap dalam bentuk novel,” kata Amir Jaya.
“Buku ini bisa diubah dari realis menjadi surealis. Jangan takut berimajinasi,” timpal Ishakim, yang juga tampil sebagai pembahas buku bersama Muhammad Amir Jaya dan Mahrus Andis.
Yudhistira Sukatanya (seniman, sastrawan, sutradara) yang hadir sebagai peserta diskusi mengatakan, buku “Maharku: Pedang dan kain Kafan” merupakan bagian yang tidak utuh untuk kita nikmati, karena masih ada satu buku lanjutannya.
“Semoga bagian kedua lebih baik,” kata Yudhistira.
Asia Ramli “Ram” Prapanca (akademisi, teaterawan, sutradara, sastrawan), juga melihat bahwa ini arahnya menuju novel.
“Saya melihat buku ini, saya membayangkan seorang wanita cantik jelita di dalam bilik, dan kemudian datanglah seorang lelaki jantan membawa pedang dan kain kafan,” kata Ram Prapanca sambil tersenyum dan juga membuat peserta diskusi lain ikut tersenyum.
Medium Dakwah
Saat tampil sebagai pembahas pada diskusi buku sebelumnya (25 Desember 2021), Amir Jaya yang sudah menulis banyak buku mengatakan, fungsi buku sangat beragam, salah satunya bisa dijadikan sebagai medium untuk berdakwah sebagaimana buku “Maharku: Pedang dan Kain Kafan”, yang ditulis Rahman Rumaday.
Buku tentang kisah pernikahan Bang Maman -begitu dia akrab disapa- dengan istrinya, Heliati Eka Putri atau biasa dipanggil Esti ini, bahkan dinilai sarat dengan pembelajaran.
“Dalam buku ini tidak pernah lepas dari diksi Tuhan. Setiap pembuka bab selalu mengajak pembacanya untuk mengingat Tuhan, untuk berzikir. Buku ini adalah dakwah bagi kita semua,” kata Amir Jaya.
Tidak Suka Baca Novel
Menanggapi kritikan dan usul para pembicara dan peserta diskusi, Rahman Rumaday sebagai penulis buku “Maharku: Pedang dan kain Kafan”, secara terus terang mengatakan dirinya dulu tidak suka baca novel.
“Saya pernah kuliah di Al-Birr (Ma’had Al-Birr Universitas Muhammadiyah Makassar, red), jadi pemikiran saya banyak mempengaruhi buku ini. Dulu waktu kuliah di Al-Birr, saya tidak suka baca novel, karena saya tidak suka berkhayal,” kata Maman, sapaan akrab Rahman Rumaday. (asnawin aminuddin / bersambung)