“Saat pandemi, kami mempunyai 3 program yang langsung menyentuh masyarakat dan mempertahankan harga pangan di pasaran, yaitu program Pekarangan Taman Lestari, program Pertanian Keluarga (Family Farming). Dan untuk melindungi harga pangan buat masyarakat, kita mempunyai program Pasar Mitra Tani,” bebernya.
Terkait harga cabe melambung tinggi di pasar nasional, imbuh Anaswati, pihaknya beberapa tahun terakhir membantu dan mengirim ke daerah yang harga cabe nya tinggi. “Selain itu pangan kita juga sudah masuk ke hotel-hotel, itu berkat intruksi bapak gubernur agar pihak hotel memanfaatkan pangan lokal sebagai salah satu menu hotel,” katanya.
Sementara Sekretaris Ketahanan Pangan dan Hortikulutra Provinsi Sulsel, Muhlis Mor mengatakan, suksesnya pangan di Sulsel dikarenakan adanya dukungan dari sumber daya pertanian, dan pihaknya mempunyai lahan pertanian berjumlah kurang lebih 600 hektar di 24 kabupaten kota. Selain itu didukung juga dari sumber daya petani, dimana para petani dibekali pula dengan pengetahuan yang handal dan dukungan dari DPRD Sulsel.
“Kami rata-rata menghasilkan produksi gabah kering panen giling kurang lebih 5 juta ton dan menjadi beras sekitar 3,2 juta ton, dikonsumsi dengan jumlah penduduk sebanyak 9,5 juta dengan konsumsi perkapita 109,37. Kami hanya mengkonsumsi sebanyak 1,1 juta ton artinya ada surplus 2,1 juta ton. Beras Sulsel sudah tersebar di 33 provinsi setiap tahunnya,” terangnya.
Selain itu Muhlis juga mengaku, tanaman pangan yang menonjol di Sulsel memang beras dan jagung, akan tetapi selain kedua pangan tersebut, untuk di hortikulutra ada bawang merah serta cabe, dan di perkebunan ada kakao, kopi, cengkes dan lada.
Di tempat yang sama, Sekretaris DPRD Provinsi Bali I Gede Suralaga mengatakan, tujuan kunjungan kali ini bersama teman wartawan yang bertugas di DPRD untuk melihat bagaimana daerah Sulsel berhasil mengembangkan pangan di bidang pertanian dan membuat stok beras serta jagung sehingga surplus mencapai 2 juta ton.
“Selain itu Sulsel juga menjadi pemasok pangan ke seluruh Indonesia, itu yang membuat kami menimba ilmu kesini, dikarenakan Provinsi Bali sebelumnya hanya mengandalkan pariwisata, dan akibat pandemi Covid-19 sehingga masyarakat beralih ke pertanian. Ya sedikitnya ini menjadi acuan kita nanti di Bali,” pungkasnya. (*)