“Mungkin banyak di antara kita yang sekadar mau memiliki anak yang saleh, tapi siapa di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya kepada Allah dengan kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara kita yang secara konsisten menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga dan anak-anaknya?” tanya Kiai Abbas.
Jika kita memang sungguh-sungguh bercita-cita mendapatkan anak saleh, katanya, maka kita harus berpikir dan berupaya sungguh-sungguh pula mencari jalannya, sama bahkan lebih dari saat kita bercita-cita ingin mempunyai penghasilan yang besar, rumah tinggal impian dan kendaraan idaman kita.
Karena itulah, kita sebagai orangtua harus terus belajar dan belajar menjadi orangtua yang saleh dan cakap, antara lain dengan mengetahui semua panduan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak, serta memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang berbeda-beda.
“Kita tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja, tapi selalu ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan yang wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita tidak lupa untuk meneladani jejak para sahabat Nabi dan Ahlul Bait beliau secara benar, dan tidak berlebih-lebihan,” tutur Kiai Abbas.
Sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus menyediakan waktu untuk belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap.
“Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita dari kobaran api neraka yang membara,” tandas Kiai Abbas.
Di akhir kutbahnya, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulsel mengutip sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga hal, dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang berdoa untuknya.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan oleh al-Albani)