Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Perhitungan kalender Islam dibuat berdasarkan edaran rembulan, hal ini mengandung hikmah yang amat dalam. Agaknya, kesadaran manusia yang pertama kali tentang adanya siklus satu bulan memang berdasarkan hasil observasi mereka atas peredaran rembulan tersebut, yang berubah-ubah dari bentuk seperti sabit sampai ke bundaran penuh.
Gejala alam tersebut jelas amat menarik dan dalam perjalanan pengamatan yang tentunya cukup panjang, manusia sampai kepada perhitungan siklus tersebut secara alami disebut bulan, sejajar dengan sebutan dalam beberapa bahasa di dunia, bahasa Inggris menyebutnya month, Perancis mois. Dalam bahasa Arab disebut syahr, yang artinya tampak, karena perhitungan siklus tersebut dimulai dari tampaknya bulan sabit.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa kalender kamariah merupakan perhitungan waktu yang alami dan wajar, berdasarkan gejala alam yang tampak jelas di langit.
Namun sesungguhnya ada suatu hal yang penting diperhatikan. Bahwasanya kalender kamariah tidak relevan dengan peredaran musim, seperti musim hujan dan kemarau, sebab musim tersebut beredar mengikuti peredaran matahari.
Siklus tahunan kamariah adalah sebelas hari lebih pendek daripada siklus tahunan matahari. Akibatnya, peredaran musim dalam kalender kamariah terjadi hanya selama tigapuluhan tahun. Tapi justeru itulah hikmah kalender kamariah.
Dalam QS 2:189, kamariah ditakdirkan beredar demikian untuk menentukan waktu manusia beribadah, seperti berpuasa dan ibadah haji. Lebih tegasnya, perhitungan waktu menurut eredaran bulan dibuat dan dirancang terutama untuk perhitungan waktu beribadah formal, bukan untuk aktivitas praktis duniawi seperti pertanian.