Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Membaca judul di atas, rasanya menggelitik dan mungkin terkesan ketinggalan zaman bagi mereka yang berasumsi bahwa pemikiran seperti itu merupakan pola pikir tempo doeloe dan sudah tidak relevan untuk saat ini.
Boleh ya, boleh juga tidak. Tetapi bagi seorang mukmin yang meyakini Firman Allah SWT yang mengingatkan bahwa kehidupan hari akhir lebih baik daripada saat ini, akan menjadi renungan bagi mereka dalam kehidupan yang serba fana ini.
Di antara keteladanan yang patut dicontoh adalah, keteladanan yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab. Setelah didaulat sebagai Khalifah, Umar sudah tidak memiliki waktu untuk berdagang, profesi yang telah beliau lakoni sebelumnya.
Suatu hari, Umar berkata di hadapan beberapa orang sahabat, “Wahai, saudara- saudara. Aku telah kalian percayai untuk memangku jabatan sebagai khalifah, yang membuatku tidak bisa lagi mencari nafkah bagi kehidupan keluargaku. Jadi, bagaimana pendapat saudara-saudara, apakah anak istriku akan dibiarkan terlunta-lunta?”
Para sahabat terdiam dan berupaya mencari solusi atas apa yang dihadapi oleh khalifah Umar ibn al-Khattab. Setelah bermusyawarah, para sahabat bersepakat untuk memberi gaji kepada Umar yang uangnya di ambil dari bait al mal. Awalnya, beberapa sahabat mengusulkan agar gaji Umar, setara dengan gaji beberapa raja yang ada di sekitarnya, namun Ali menolak usul tersebut.
Hasil musyawarah memutuskan, khalifah mendapat imbalan secukupnya dari bait al- mal, agar khalifah fokus dapat mengurusi rakyatnya.