Andi Nurseha menjelaskan, pemilihan 10 lokus dengan angka prevalensi stunting tertinggi didasarkan pada data Elektornik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
“Langkah awal mereka harus lakukan pengumpulan baseline data, selanjutnya dari data EPPGBM, tapi otomatis untuk tahun ini mereka turun untuk mengumpulkan data riil di lapangan, selanjutnya dari data riil melalui instrument data baru mereka bisa lanjut ke tahap wawancara dan pemeriksaan,” jelasnya.
Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya stunting melalui metode Antropometri yang diatur dalam Permenkes Nomor 2 Tahun 2022 berupa pengukuran tinggi, berat badan, lingkar badan, bukan hanya pada Balita dan anak, namun juga pada remaja, ibu hamil dan menyusui, serta calon ibu.
Untuk menuntaskan seluruh data dan pemeriksaan pada masing-masing lokus, Tim Pendamping Gizi dibantu baik oleh tenaga Posyandu, Puskesmas maupun perangkat desa.
“Di lokus itu penduduk banyak petani kadang tidak ke Posyandu jadi Tim Pendamping door to door. Ini dibantu oleh Kader Posyandu, aparat desa, terus ada tenaga puskesmas, tapi yang melakukan pengukuran tetap dari Tim Pendamping,”jelasnya.
Monitoring dan evaluasi sudah dilakukan di 14 Kabupaten/Kota di antaranya Kabupaten Luwu Utara, Kepulauan Selayar, Jeneponto, Barru, Sinjai, Bone, Maros, Pangkep, Tana Toraja, Soppeng, Wajo, Sidrap, Kota Makassar dan Parepare. Hingga saat ini, proses Monev terus berlanjut dan tengah dilaksanakan di Kabupaten Luwu.
Intervensi berupa pemberian biskuit untuk ibu hamil dan vitamin (taburia) juga tengah didistribusikan di 240 lokus stunting.
Andi Nurseha menyebutkan, pada Agustus hingga September tahun ini akan kembali dilakukan survei status Gizi Indonesia. “Semoga angka stunting terus turun di Sulsel,” ujarnya.
Pengetasan stunting atau anak tumbuh kerdil merupakan program nasional untuk menciptakan generasi emas yang didukung penuh oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara serius, untuk mencapai target 14% prevalensi penurunan stunting tahun 2022, Gubernur Andi Sudirman membentuk Tim Pendamping Gizi yang telah tersebar pada 10 lokus di masing-masing 24 Kabupaten/Kota.
Program Aksi Stop Stunting yang diinisiasi Gubernur Andi Sudirman telah menunjukkan penurunan signifikan prevalensi stunting di Sulsel.
Angka stunting di Sulsel pada tahun 2018 mencapai 35,6% (Riskesda 2018), tahun 2019 angka stunting menurun hingga 30,5% (SSGBI 2019).
Sementara dari data ePPGBM, angka stunting tahun 2020 pada bulan Februari 12,3% dan bulan Agustus 11%. Pada bulan Februari 2021, angka stunting menurun hingga 9,6% dan bulan Agustus turun hingga 9,08%. (*)