Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Dalam salah satu tulisan Allahummagfir lahu Harun Nasution, semua yang berasal dari langit (Allah SWT), bersifat mutlak, sedangkan yang datang dari manusia semua bersifat nisbi.
Pendapat Harun Nasution tersebut, juga dikemukakan oleh Allahummagfir lahu Nurchalish Majid. Dalam istilah teologis, menurut Cak Nur tidak digunakan istilah khusus, sebagai ilmu kalam (teologi scolastik), tetapi sebagai penalaran tentang ajaran-ajaran agama secara keseluruhan.
Hal pertama yang memerlukan penegasan ialah bahwa teologi sebagai ilmu (misalnya tercermin dalam istilah ilmu kalam), dapat dilihat sebagai hasil dialog antara pemeluk Islam dengan perkembangan zaman dan tempat dan karenanya, merupakan wujud warisan tantangan dan jawaban suatu bentuk perubahan sosial dalam sejarah.
Cak Nur menambahkan, pandangan seseorang tentang pemahamannya mengenai suatu agama tentu diakui oleh yang bersangkutan sebagai yang paling tepat dan paling benar mengenai agama tersebut. Tetapi, sebagai entitas mengenai entitas yang lain, maka adalah tak masuk akal untuk melihat kedua-duanya sebagai identik dan bisa saling tukar.
Jadi, pemahaman seseorang atau kelompok tentang suatu agama bukanlah dengan sendirinya senilai dengan agama tersebut. Ini lebih-lebih lagi benar jika suatu agama diyakini hanya datang dari Tuhan (wahyu agama samawi) dan bukannya hasil akhir suatu proses historis dan sosiologis (dengan istilah agama wahyu atau agama samawi) maka wewenang menetapkan agama atau tasyry (seharusnya) hanya berasal dari Allah SWT, sementara yang datang dari manusia atau dari arah bumi (juga seharusnya) dipandang sebagai relatif belaka).