Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Malinowski dan Radcliffe-Brown, dalam eksperimennya mengatakan, agama mewariskan fungsi yang penting dalam masyarakat primitif, yaitu menopang tegaknya masyarakat dan mengoreksi perilaku individu. Politik merupakan salah satu yang disakralkan.
Untuk menopang tercapainya tujuan politik, agama merupakan alat untuk mencapai legitimasinya dan merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam pertarungan politik, sebagaimana kajian dalam masyarakat primitif yang berasumsi bahwa kelas agamawan dan kelas penguasa memiliki hubungan erat dalam dinamikanya masing- masing. Otoritas politik memiliki hegemoni terhadap kesakralan sesuatu dan dapat menggunakannya demi kesuksesan, dalam keadaan apa pun.
Dalam menyatukan Qabilah Arab, Qushayi menjadikan agama sebagai alat (Khalil Abd Karim, 2022: 11) dan itu menghasilkan beberapa hal :
Pertama, ia memberikan pegangan kepada kabilah-kabilah Arab melalui syiar haji. Sebuah syiar yang diambil dari seluruh kabilah dengan berbagai bentuk patung yang disembahnya, kemudian sampai tingkat pentauhidan di bawah tangan penguasa.
Kedua, mengangkat syiar tersebut sebagai motivasi yang sangat efektif dan telah menundukkan jiwa di bawah tangan penguasa.
Upaya yang dilakukan Qushayi dengan menjadikan agama sebagai alat dalam melanggengkan kekuasaannya cukup berhasil dan sukses. Tidak heran, jika kemudian masyarakat menganggap Qushayi dan turunannya sebagai orang suci dan mereka menikmati gelar kesucian tersebut.
Kekuasaan Qushayi selama hidup dan sepeninggalnya bagaikan agama yang dianut. Masyarakat menaatinya, dan penempatan agama sebagai sebuah tradisi bagi orang-orang sesudahnya, kelak diikuti oleh anak dan cucunya dengan cerdik.