Ketua Umum Satupena Serahkan ‘Award’ Kepada Musdah Mulia dan Eka Budianta Sebagai Penulis Berdedikasi Satupena 2022

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Kamis (12/01/2023) menyerahkan penghargaan Satupena Awards 2022 kepada dua penulis Indonesia yang dianggap berdedikasi, yakni Musdah Mulia untuk kategori nonfiksi dan Eka Budianta untuk kategori fiksi.

Melalui akun whatsapp keluarga “Alyaminy Generation”, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA suami Musdah Mulia, merilis foto penganugerahan penghargaan tersebut kepada Musdah Mulia dan Eka Budianta, pria kelahiran 1 Februari 1956 yang memiliki nama lengkap Christophorus Apolinaris Eka Budianta, tetapi lebih dikenal dengan sebutan Eka Budianta.

Ketua Umum Satupena Denny J.A. menyerahkan langsung penghargaan tersebut kepada keduanya. Penganugerahan SATU PENA AWARD 2022 oleh organisasi Ikatan Penulis Indonesia tersebut berlangsung di Cemara Galeri Menteng, Jakarta Pusat yang dihadiri sekitar 300 orang undangan.

Ketua Umum Satupena Denny JA dalam keterangannya di Jakarta 6 Desember 2022 menjelaskan, tradisi memberikan penghargaan kepada para penulis berdedikasi adalah bagian dari gerakan literasi, menghidupkan Indonesia juga sebagai negara budaya. Tak hanya soal kekuasaan dan perdagangan, negara yang maju juga kuat secara kebudayaan.

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, suami Musdah Mulia, menjelaskan penetapan penulis berdedikasi dilakukan melalui proses seleksi, penilaian serta penjurian berjenjang selama tiga bulan oleh dewan juri yang terdiri atas para penulis dan pengurus Satupena dari Aceh hingga Papua.

“Suara mereka ditampung dan diseleksi oleh enam koordinator Satupena dari enam pulau, koordinator Sumatera, Jawa, Bali-NTT, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Mereka adalah Anwar Putra Bayu, Dhenok Kristanti, I Wayan Suyadnya, Hamri Manoppo, M Thobroni dan FX Purnomo,” jelasnya.

Denny JA menjelaskan, terdapat sejumlah pertimbangan di balik penetapan tersebut. Musdah Mulia yang dilahirkan Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 maret 1958 dipilih karena dedikasinya sebagai penulis buku yang mencerahkan untuk tema emansipasi wanita, dengan perspektif tafsir agama secara modern.

Baca juga :  Pamen Ahli Bidang Manajemen Sishanneg Pok Sahli Pangdam XIV/Hsn Pimpin Upacara Bendera Minggu Keempat Januari 2023

Musdah aktif juga di berbagai organisasi perempuan, dan juga organisasi profesi, seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Women Shura Council (Majelis Perempuan Ulama berpusat di New York). Dia bersama K.H Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan sejumlah pemuka agama lainnya juga mendirikan “Indonesian Conference on Religions for Peace” (ICRP).

Musdah dikenal dengan karya-karyanya yang sangat vokal menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, prinsip keagamaan yang moderat dan cinta perdamaian, di antaranya adalah, “Muslimah Reformis : Perempuan Pembaru Keagamaan” (Mizan, 2005), “Perempuan dan Politik” (Gramedia, 2005), “Membangun Surga di Bumi : Kiat-Kiat Membina Keluarga Ideal dalam Islam” (Gramedia, 2011), “Mengupas Seksualitas” (Serambi, 2015), dan “Ensiklopedia Muslimah Reformis : Pokok-Pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi” (Penerbit Baca, 2020).

Atas dedikasinya, Musdah kerap meraih sejumlah penghargaan nasional dan internasional. Di antaranya adalah International Women of Courage Award dari Pemerintah Amerika Serikat (2007) atas kegigihannya memperjuangkan demokrasi dan Humanity Award (2019) dari International Forum for Peace and Human Rights atas kiprahnya merajut perdamaian melalui upaya-upaya penegakan HAM di Indonesia.

Musdah memulai pendidikan SD Negeri Surabaya, pertengahan kelas 4 pindah di Jakarta dan masuk SD Negeri Koja, Jakarta Utara. Di sekolah ini ia mendapat guru kelas yang sangat memberi perhatian pada dirinya dan membimbingnya dengan penuh kasih sayang, namanya Pak Soetomo. Selain mendorong aktif belajar, guru ini juga mendorong aktif di berbagai kegiatan lomba, misalnya ia pernah diikutkan dalam kegiatan “Musabaqah Tilawatil Quran Tingkat Anak-anak se-Jakarta Utara. Waktu itu ia tahu bahwa dirinya gagal menjadi pemenang, tetapi Pak Soetomo memberikan bingkisan hadiah kepadanya sambil mengatakan “kamu menang dan sebagai hadiahnya terimalah ini”. Dua tahun ia belajar di sini dan selalu terpilih menjadi “Pelajar Teladan”.

Baca juga :  Kasus Korupsi DD di Desa Atep Oki, Kejari Minahasa Terima Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

Kelas 6 pindah ke SD Kosambi, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kepala sekolahnya seorang perempuan yang memiliki karakter yang tegas, perkasa, dan disiplin serta ditakuti oleh semua murid. Profil kepala sekolahnya itu secara tidak langsung menjadi idolanya. Setelah tamat SD (1969), dia masuk Madrasah Tsanawiyah di Pondok As’adiyah Sengkang, Ibukota kabupaten Wajo. Tamat PGA As’adiyah (1973) ia ikut kakek dan neneknya pindah ke Makassar dan melanjutkan ke SMA Perguruan Islam Datumuseng Makasar. Sayang sekali niatnya untuk melanjutkan ke IAIN Makassar terhambat karena harus pindah ke Sengkang.

Di kota ini ia melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi Islam As’adiyah dan memilih fakultas Ushuludin (Teologi). Waktu itu perguruan tinggi masih menggunakan sistem tingkat, bukan semester seperti sekarang. Evaluasi belajar mahasiswa diadakan sekali dalam setahun, yaitu di akhir tahun perkuliahan. Perguruan Tinggi ketika itu mengenal dua jenjang ; jenjang Sarjana Muda ditempuh 2 tahun dengan gelar BA (Bachelor of Art) dan Sarjana Lengkap selama 4 tahun dengan gelar Doctorandus (laki-laki) dan Doctoranda (perempuan), padahal di negeri Belanda Doktorandus dipakai untuk laki-laki dan perempuan.

Selain di Ushuluddin, ia pun ikut kuliah pada fakultas Syari’ah (Hukum Islam) karena di sini ditawarkan pengkajian kitab-kitab kuning tentang hadits dan fiqh dengan metode sorogan. Selama dua tahun di Fakultas Ushuluddin Musdah mengukir namanya sebagai Mahasiswa Teladan. Masuk tahun ketiga, pindah ke Makasar dengan begitu niatnya untuk masuk ke IAIN Makasar menjadi kenyataan meskipun harus mulai dari tingkat 1 lagi.

Musdah meraih S-1 di Fakultas Adab IAIN Alauddin pada tahun 1982, S-2 di IAIN Sjarif Hidayatullah (1992). Setelah meneliti di Kairo 1994, tiga tahun kemudian, Musdah meraih gelar doktor di IAIN Sjarif Hidayatullah Jakarta pada 27 Maret 1997. Musdah mempertahankan disertasinya dengan judul : Negara Islam : Pemikiran Politik Husain Haikal di hadapan Sidang Tim Penguji dalam ujian promosi yang diketuai oleh Rektor IAIN, Prof. Dr. Quraish Shihab, MA dengan penguji yang terdiri atas Prof. Dr. Harun Nasution, Prof. Dr. Munawir Syazali, Dr. Johan Meuleman, Prof. Dr. Mulyanto Sumardi, Prof. Dr. A. Rahman Zainuddin dan Dr. Muslim Nasution, dan dinyatakan lulus dengan predikat amat baik.

1
2TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Ir. Kamaluddin Resmi Nahkodai AABI, Fokus Tingkatkan Kualitas Infrastruktur

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Ir. Kamaluddin, MT.,IPM.,Asean Eng., terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Anemer...

Sambut Hari Pongtiku, Bupati Dedy : Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Menghargai Jasa Pahlawannya

PEDOMANRAKYAT, TORAJA UTARA.- Event The Legend Of Pongtiku akan kembali dihelat di Kabupaten Toraja Utara pada bulan Juni...

Rupaka Hair Studio, Tempat Perawatan Rambut yang Tepat di Makassar

PEDOMAN RAKYAT - MAKASSAR. Rambut adalah mahkota bagi setiap orang, dan merawatnya dengan baik sangat penting untuk menjaga...

Cegah Banjir, Anggota Koramil 1408-04/Bontoala Bersama Warga Baraya Bersihkan Selokan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Mengantisipasi datangnya musim hujan, Koramil 1408-04/Bontoala bersama masyarakat Kelurahan Baraya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, menggelar...