Mendapat penyampaian itu, James langsung menelpon kakak kandungnya yang berprofesi dokter, yakni dr Johanna Wehantouw. “Kakak saya kemudian datang ke lokasi otopsi. Tapi anehnya lagi, Kasat Reskrim pertamanya menghalangi dan tidak mengizinkan serta mau berkoordinasi dulu dengan tim dokter forensik yang ada di dalam tenda tertutup,” tuturnya.
Masuk kembali ke tenda tertutup, Kasat Reskrim tak keluar-keluar lagi. Akhirnya dr Johanna hendak langsung masuk tapi dicegat seorang wanita anggota tim forensik yang selanjutnya masuk memanggil Kasat Reskrim.
“Ketika Kasat Reskrim keluar dari tenda otopsi, dia langsung menggiring kakak ke tempat saya berdiri. Terjadilah perdebatan dan sempat bersitegang karena Kasat Reskrim terkesan tidak menghendaki kakak saya masuk menyaksikan pelaksanaan otopsi. Kejadian ini mengundang perhatian banyak orang,” jelasnya.
“Kasat Reskrim tidak izinkan kakak saya masuk dengan alasan khawatir muncul opini-opini lagi. Setelah saya dan kakak berkeras menyampaikan bahwa kehadiran kakak saya masuk menyaksikan jalan otopsi itu hanya untuk mengetahui dan menjadi privasi keluarga saja, barulah Kasat Reskrim membawa kakak saya masuk ke dalam tenda tempat otopsi berlangsung. Itupun kakak saya tidak terlalu lama di dalam dan sudah keluar lagi serta tidak mengikuti sampai selesai,” papar James.
Sesudah tim dokter forensik melaksanakan otopsi dan meninggalkan tenda tempat otopsi, pihal keluarga lalu diminta bersiap-siap untuk masuk kedalam tenda otopsi guna mengganti dan mengenakan pakaian baru ke jenazah almarhum. Keluarga yang hendak masuk diharuskan menggunakan kaos tangan, mengenakan masker, dan beberapa petunjuk lainnya.