“Di Kota Makassar, KPU menetapkan kolom kosong sebagai pemenang dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar. Kemenangan kolom kosong di Kota Makassar mengakibatkan terjadinya kekosongan jabatan kurang lebih 20 bulan yaitu sampai penyelenggaraan Pemilihan kembali pada Pemilihan serentak periode berikutnya. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-udangan, maka KPU berkoordinasi dengan kementerian yang membidangi urusan dalam negeri untuk penugasan penjabat Wali Kota dan Wakil Wali Kota,” sambung Wara.
Menurutnya, penunjukan pejabat sebagai konsekuensi terjadinya kekosongan jabatan tentu juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Apabila tidak dilakukan perubahan aturan maka di Tahun 2024, dimana apabila calon tunggal dikalahkan oleh kolom kosong maka sebagai konsekuensinya selama 5 Tahun (sampai pilkada berikutnya digelar) pada Tahun 2029, jabatan kepala daerah diisi oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri. Maka selama kurun waktu itu pula, pemerintah dapat mengganti-ganti siapa saja yang diinginkan untuk menduduki jabatan tersebut. Dengan demikian tentunya ini mencederai esensi demokrasi karena pemimpin yang harapkan merupakan pemimpin yang ditunjuk oleh kekuasaan bukan yang dipilih.
“Konsep yang ditawarkan dalam desertasi ini, adalah sebuah alternatif sebagai jalan keluar agar pemilihan kepala daerah tetap berjalan lebih demokratis,”pungkas Wara. Selamat Dinda atas gelar Doktor yang disandangnya, semoga bermanfaat, Aamiin YRA, ucap awak media. (rk)