Catatan Buku 100 Tahun M. Basir (5-Habis) : Peliput Operasi Militer

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh M. Dahlan Abubakar

Is Hakim menilai, sosok Manuhua dan M.Basir adalah “two in one” atau menurut istilah zaman proklamasi “dwi tunggal”. Ke depan, kita harus berkongsi hari ini. Dia menyarankan, bagaimana pada saat ini dua kondisi sosok seperti itu bisa juga menyatu. Satu Ambon dan satu lagi Jeneponto. Di mana yang bisa melekatkan mereka. Edukasinya penting.

Bercerita tentang almarhum, tidak akan pernah habis dan selesai. Yang juga penting, jika ada pejabat, maukah mereka bersahabat dengan para seniman, dan dengan siapa saja. Hakim melihat pergeseran antara kesadaran emosional mereka dibandingkan sekarang kesadaran “tik tok” perlu diubah. Perlu solusi, sebab kalau tidak ada solusi, kasihan. Manuhua akan sendiri di sana, dan M.Basir pun akan sendiri di sana. Pertemuan ini bisa juga menghasilkan spirit seperti itu untuk generasi berikutnya.

Usul yang lebih konkret dari seniman yang satu ini adalah bagaimana Jl. Kelapa yang ada di samping kediaman M. Basir itu diubah menjadi Jl. M. Basir. Di Jeneponto, kampung wartawan yang lahir 12 Februari 1923 dan meninggal dunia 14 Oktober 1985 itu (satu tahun 6 bulan 14 hari setelah Kantor Pedoman Rakyat di Jl. Arief Rate ditempati) sudah diabadikan namanya menjadi nama satu ruas jalan. Di Makassar bisa tonji.

Bercermin pada buku M. Basir ini saya mengakui, salah satu kesulitan kita menulis orang yang telah tiada adalah tidak terungkapnya rekam jejak kronologis aktivitas masa lalunya. Dalam hal ini, suka duka M. Basir selama menjadi wartawan sama sekali tidak terungkap. Hal ini disebabkan M. Basir tidak menuliskan akrobatik jurnalistiknya. Juga, mereka yang dapat berkisah tentang beliau sudah tiada. Beruntung, Maysir menemukan penggalan-penggalan catatan kecil almarhum.

Baca juga :  Sambangi Penyandang Disabilitas, Pemkab Sinjai Adakan Anjangsana

Di dalam buku ‘ABDI PERS, L.E.MANUHUA 70 TAHUN, DARI AMBON KE MAKASSAR UNTUK RI” yang diterbitkan PWI Sulsel pada tahun 1996 bertutur tentang suka dukanya dalam berbagai peliputan yang dilakukannya karena buku itu ditulis ketika Pak Manuhua masih hidup. Selain karena tokoh M. Basir sudah tiada ketika buku ini diterbitkan, beliau pun tidak mewariskan catatan mengenai akrobatiknya di belantara jurnalistik. Kesulitan lain, tokoh wartawan se-angkatan beliau sudah tiada. Hanya mungkin bisa kita lacak pada orang-orang yang hampir seusia M. Basir dan masih hidup sekarang yang barangkali pernah berinteraksi dan mengetahui rekam jejak jurnalistik M.Basir.

Di dalam buku L.E. Manuhua tersebut tertulis bahwa wartawan yang pernah meliput operasi militer di Sulsel antara lain A. Masiara, M. Basir, H. Husain, H.A. Zayani, B.Ph.M. Rompas (Fotografer), Harun Rasyid Djibe, M. Ali Kamah, L.E. Manuhua, dan beberapa lainnya.(hlm 78).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

UPT SMA Negeri 2 Enrekang Bersiap Hadapi Akreditasi Perpustakaan 2025

PEDOMANRAKYAT, ENREKANG – UPT SMA Negeri 2 Enrekang tengah bersiap menghadapi proses akreditasi perpustakaan yang akan berlangsung pada...

Tetapkan Pimpinan Ponpes Kolo Saketi Sebagai Tersangka, Polres Binjai Dipraperadilankan

PEDOMANRAKYAT, BINJAI - Pengadilan Negeri (PN) Kelas I-B Binjai kembali menggelar sidang praperadilan terkait status tersangka Kyai Muhammad...

Sekolah Swasta Punya Potensi Besar, Ketua BMPS Sulsel Tekankan Keunggulan Pendidikan Tematik

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Sulawesi Selatan, Irman Yasin Limpo, menegaskan sekolah swasta...

Sengketa Tanah di Brebes Dimejahijaukan, Ahli Waris Gugat Sejumlah Pihak ke Pengadilan

PEDOMANRAKYAT, BREBES – Kasus sengketa tanah di Kabupaten Brebes kembali memanas. SM, ahli waris sah dari sebidang tanah...