Oleh: Mulawarman
(Jurnalis, Alumni Unhas)
PEKAN kemarin, ramai publik dengan komentar Walikota Makassar, Danny Pomanto yang terkesan menyalahkan bawahannya menyusul gagalnya Pemkot Makassar meraih penghargaan Adipura yang dihelat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Februari 2023 lalu di Jakarta. Memang sudah 5 tahun beruntun, kota ini tidak pernah dapat, hingga tahun ini.
“Dulu gayanya begitu DLH, bagaimana caranya mau dapat penghargaan, makanya kenapa saya ganti (Kadis) DLH, kan saya sudah bilang kinerja paling rendah, jadi tidak kagetji kita tidak dapat Adipura,” kata Pomanto, Kamis (02/03/2023).
Pernyataan itu kemudian memantik penilaian dari masyarakat, baik dari sisi kinerja DLH sendiri maupun terkait efektivitas kepemimpinan sang Walikota. Mengingat ada anggapan bahwa kinerja bawahan tidak terlepas dari kualitas kinerja atasan. Jangan seperti peribahasa buruk muka cermin dibelah. Menyalahkan orang lain, padahal kesalahan sendirilah yang menyebabkan keadaannya.
Tulisan ini akan melihat lebih jauh pengalaman kepemimpinan Walikota Makassar ini, Pomanto dalam laku menyalahkan orang atau kondisi lain. Dan sejauhmana model itu berpengaruh pada kualitas kepemimpinan Pomanto.
*Watak Kepemimpinan ?*
Sangat simpel: salah satu alasan seseorang tidak ingin mengambil tanggung jawab, karena lebih mudah menyalahkan orang lain, jika dasarnya anda sendiri tidak akuntabel. Tidak semua orang mau ambil risiko, karena orang cenderung menghindarinya.
Bagaimana dengan pak Walikota Makassar Danny Pomanto ? Apakah baru kali ini dia terkesan menunjukkan sikap kepemimpinan menyalahkan orang. Saya dan publik boleh jadi ingat sejumlah sikap Danny Pomanto yang banyak terekam media.
Banyak membangun Baliho , tdk mampu membangun lingkungan hidup kota dengan baik — membangun kekayaan dari uang rakyat