VOA dan e-VOA sesungguhnya hanya digunakan untuk 6 jenis kegiatan, yaitu kunjungan wisata, kunjungan tugas pemerintahan, kunjungan pembicaraan bisnis, kunjungan pembelian barang, kunjungan rapat serta untuk keperluan Transit.
UU Nomor 6 tentang Keimigrasian, khususnya Bab V, Pasal 41 serta Surat Edaran Dirjen Imigrasi No: IMI-0700.GR.01.01 tertanggal 14 September 2022 dapat disebut sebagai landasan diberikannya fasilitas VOA dan e-VOA bagi beberapa negara sahabat dalam rangka mendukung pariwisata berkelanjutan pasca membaiknya situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air.
UU Otonomi Daerah Nomor: 23 Tahun 2014, khususnya Pasal 1 (6) tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa: ”Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Otonomi daerah yang dimaksud disini adalah kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; selain itu, Hak-hak Pemerintah Daerah juga diatur seperti; mengurus sendiri urusan pemerintahannya; mengelola aparatur daerah dan kekayaan daerah; memungut pajak dan retribusi daerah; dan lain-lain sumber pendapatan yang sah.
Dari perspektif Otonomi Daerah nampak bahwa Pemerintah Provinsi Bali diberikan keleluasaan bertindak untuk mengatasi masalah-masalah ”minor” yang terjadi di wilayahnya seperti; pelanggaran lalu lintas, pelanggaran norma adat seperti ”berdiam diri” pada Hari Raya Nyepi, penyalahgunaan Visa dan izin tinggal yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dan lain-lain yang semuanya masih dapat diatasi dalam kewenangan yang diberikan oleh UU nomor 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
Pelanggaran lalu lintas seperti; melawan arus, tidak memakai helm pada saat berkendaraan, mengganti Nomor Polisi kendaraan bermotor, tidak memakai baju pada saat berkendaraan, dan lain-lain pelanggaran lalu lintas lainnya cukup dengan berkoordinasi dengan Kapolda Bali yang akan memerintahkan para Kapolres dan jajaran di bawahnya untuk menegakkan aturan lalu lintas di jalan raya serta memberi sanksi tegas kepada para pelanggar lalu-lintas, termasuk para wisatawan manca-negara.
Selain itu, Pemprov Bali dapat mengaktifkan kembali Polisi Wisatawan (Tourist Police) yang dulu pernah ada di Bali untuk memberikan arahan/panduan kepada para wisatawan mancanegara yang kebetulan/kedapatan melanggar norma/adat-istiadat/aturan setempat.
Sementara untuk pelanggaran/penyalahgunaan Visa dan Ijin tinggal untuk efektivitas pelaksanaannya, pihak Pemprov Bali dapat bekerjasama dengan Pemerintah Pusat c.q Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang akan menurunkan petugas imigrasi baik dari Pusat maupun yang berada di daerah — dapat dikoordinasikan pada tingkat provinsi/daerah melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sebagai kelanjutan Muspida pada zaman Orde Baru — yang biasanya terdiri dari unsur TNI–Polri, Kejaksaan dan Kemenkumham dimana aparat Imigrasi terdapat di dalamnya.
Petugas Imigrasi yang ditugaskan tersebut akan mengecek tempat-tempat yang ditengarai sebagai tempat tinggal para wisatawan yang menyalahgunakan Visa dan/atau Ijin tinggal yang dimilikinya sebagai bentuk penegakan hukum di Provisi Bali.
Upaya untuk mencabut fasilitas VOA dan/atau e-VOA perlu penelaahan yang lebih komprehensif dan kehati-hatian karena usaha tersebut dapat berdampak luas yang tidak hanya berpengaruh terhadap Provinsi Bali, akan tetapi juga dapat berdampak lebih luas pada daerah lainnya, dimana para turis asal Rusia dan Ukraina berada.
Selanjutnya pada tataran hubungan luar negeri dengan kedua negara tersebut, terutama dalam pelaksanaan hubungan bilateral dengan Rusia perlu dihitung betul plus-minusnya serta dampaknya bagi Indonesia di berbagai tingkat kerjasama bilateral seperti Kerjasama Pertahanan dan Kerjasama Teknik dalam pengadaan Alutsista TNI, di tingkat regional seperti pada forum Mitra Dialog ASEAN-Rusia dalam upaya meningkatkan konektivitas maritim dan mengembangkan logistik infrastruktur dan manajemen pelabuhan yang berkelanjutan.
Sementara di tingkat multilateral seperti G-20 dimana Indonesia dapat memainkan peran yang konstruktif dalam ikut-serta meredakan ketegangan antara Rusia-Ukraina sebagai salah satu amanat konstitusi UUD 1945. (*)