Berbagai gagasan, wacana serta upaya untuk memperkuat gerakan konservasi berbasis penguatan lembaga konservasi lokal menjadi diskursus yang jadi inti bahasan.
“Upaya konservasi wilayah hutan lindung utamanya memang harus dimulai dengan memperkuat embrio lembaga lokal,” ungkap alumnus GMNI UPN Veteran Surabaya, Heru dalam penyampaiannya.
Di sisi lain, Raymond juga menjelaskan bahwa Desa Selorejo merupakan satu peradaban yang sudah sangat tua serta menjelaskan pentingnya menggunakan pisau analisa Marhaenisme sebagai arah gerak dari pengelolaan potensi desa.
“Desa Selorejo merupakan desa yang sangat tua. Indikatornya adalah dulu sebelum adanya pertanian jeruk, wilayah ini adalah persawahan padi yang berada diketinggian. Hal tersebut membuktikan memang wilayah ini dari dulu dikenal kaya akan sumber daya air. Sebagai desa yang sangat kaya akan potensi, dalam pengelolaannya juga harus hati-hati. Saya rasa dengan konsep Marhaenisme sebagai pisau analisa untuk memahami potensi desa (dengan paradigma mencintai apa yang kita punya dan memanfaatkan dengan kapital yang dikuasai) akan bisa menjaga serta melestarikan potensi yang ada,” ungkap mantan Direktur Utama PJT 1 tersebut.
Kegiatan ditutup dengan doa bersama oleh pemangku adat lokal Desa Selorejo diikuti oleh pemotongan tumpeng Dies Natalis ke 69 GMNI serta buka bersama seluruh peserta kegiatan.
GMNI Malang berharap berbagai kegiatan pembuka dalam momen dies natalis ini menjadi langkah konkret awal dalam upaya gerakan kerakyatan yang diinisiasi oleh GMNI Malang.
“Kami berharap ini menjadi pintu pembuka bagi GMNI untuk dalam jangka panjang menjadi mitra dalam hal advokasi kerakyatan sebagai upaya kontribusi kami secara langsung dalam penyelesaian permasalahan masyarakat Desa Selorejo,” tambah Priska.
Dalam penyampaiannya, GMNI Malang juga memaparkan hasil analisis sosial yang telah dilakukan selama beberapa minggu di Desa Selorejo serta mengutarakan komitmennya menjadi organisasi mitra dalam proses optimalisasi potensi Desa Selorejo dengan tetap secara simultan melaksanakan pendampingan dan pengabdian.
“Konsevasi alam dan njagong desa ini merupakan kegiatan formal/pembuka terakhir dalam serangkaian agenda turun ke bawah bersama masyarakat Desa Selorejo sekaligus tasyakuran Dies Natalis ke-69 GMN. Meskipun ini kegiatan terakhir, tetapi bukan menjadi akhir gerakan kami, melainkan sekaligus menjadi pintu pembuka bagi kami untuk menjadi mitra pendamping masyarakat dalam hal advokasi kerakyatan mendatang,” pungkas pegiat isu perempuan tersebut. (*)