PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR — Disegmen terakhir dari pelaksanaan Seminar Kebudayaan Menuju Kongres Kebudayaan Sulawesi Selatan 2023, di Gedung LT Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar. Terselenggara kerjasama kolaboratif antara UIN Alauddin Makassar (Fakultas Adab Dan Humaniora) dengan Panitia Kongres Kebudayaan Sulsel yang di support Lembaga Pengembangan Kesenian Dan Kebudayaan Sulswesi Selatan (LAPAKKSS), Yayasan Sulapa Eppae, dan Yayasan Aksara Lontaraq.
Ketua Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam FAH UIN, Dr. Abu Haif, M. Hum sebagai pembicara ketiga di tengah pemaparannya ada istilah Pangngadereng. Kata itu merupakan petuah-petuah (nasehat) raja-raja dan orang bijak yang berisi norma sebagai pandangan hidup dari petuah inilah melahirkan paseng/wasiat dan amanah.
Abu Haif mengurai Pangngadereng melahirkan pedoman hidup seperti sipakatau (saling memanusiakan), sipakalebbi (saling menghargai), sipakainge (saling mengingatkan), alempureng/ada tonging (berkata jujur), agattengeng (berpegang teguh pada prinsip), amaccangeng (kecerdasan), asitinajang (kepatutan, kepantasan), reso (usaha), siri napacce (siri malu bila rakyat teraniaya, pace sedih bila rakyatnya menderita kekurangan logistic) dan mappesona ri Dewatae (pasrah pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa).
Terkait budaya lokal langkah-langkah apa dalam mengimplemenyasikannya. Abu Haif yang terlihat energik menyampaikan pandangannya. Diantaranya, Keluarga, masyarakat dan pendidikan. Mempromosikan pentingnya mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Menempatkan nilai-nilai budaya lokal sebagai subyek dan obyek kajian. Opinion leader (tokoh masyarakat, mereka mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain). Dan pemerintah dengan regulasinya.
Diakhir materinya, Abu Haif mengutip Adagium orang tua, “Resopa Natinulu Temmangingngi Malomo Naletei Pammase Dewata Sewae – artinya kerjas keras, ikhlas, rajin, dan tidak pernah bosan akan jadi sukses’. Seketika disambut aplaus dari peserta seminar.