Oleh : Nasaruddin Siradz (Sekjen Gabungan Studio Film Indonesia)
IMPIAN masyarakat film untuk memiliki studio film sekelas Hollywood tidak lama lagi akan terwujud. Dengan diresmikannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) MNC Lido City pada 31 Maret lalu oleh Presiden Joko Widodo, dimana terdapat alokasi bangunan Movieland didalamnya dan nantinya menjadi sebuah taman tema (theme park) perfilman seperti Universal Studios, di Amerika Serikat.
Berbicara tentang studio film, sesungguhnya telah lama dicita-citakan oleh para tokoh film generasi pertama di Tanah Air. Meski tidak sebesar Universal Studios di Amerika Serikat, akan tetapi studio film yang dibutuhkan sesuai jamannya. Sebut saja studio film Persari (Perseroan Artis Indonesia) yang didirikan oleh H. Djamaluddin Malik pada tahun 1950 kini berlokasi di daerah Ciganjur, Jakarta Selatan dengan produksi perdana film “sedap malam” yang di-release pada tahun 1951.
Kemudian H. Usmar Ismail dengan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) membangun studio film Perfini pada tahun 1966 berukuran 20×30 meter yang mampu menampung sejumlah set film, berlokasi di Jl. Pierre Tendean, Mampang, Jakarta Selatan.
Pada tahun 1974 Laboratorium Film Interstudio (Interstudio Film Lab) berdiri di Jl. Raya Ragunan, Kawasan Pasar MInggu, Jakarta Selatan. Interstudio didirikan oleh Njoo Han Siang dengan tujuan membebaskan film Indonesia dari ketergantungan luar negeri dan merupakan laboratorium film berwarna pertama di Indonesia yang memiliki berbagai fasilitas seperti rekaman suara, efek suara, pemaduan suara, sunting musik, alih suara dan efek gambar.