Bahkan Rasulullah SAW sempat berpesan, kata Saiful, jangan menjadi manusia bangkrut dalam beragama adalah orang yang rajin beribadah.
Tetapi ada kesalahan-kesalahan yang tidak termaafkan, sehingga pada Yaumul hisab terjadi antrian panjang, menuntut keadilan.
Sehingga amalan ibadah yang ia lakukan digunakan membayar kesalahan-kesalahan yang tidak termaafkan.
Celakanya lagi, karena amal ibadah sudah habis digunakan membayar utang kesalahan, sementara pengantri belum habis, hingga dengan terpaksa, ia harus menanggung beban salah dan dosa orang yang tidak memaafkan kesalahannya.
Dalam konteks itu, tradisi halal bihalal, lahir untuk saling menghalalkan kesalahan. Halal bihalal, kata Saiful, tidak selesai sampai pada konteks saling berjabat tangan, namun yang inti sesungguhnya, sekalipun tidak berjabat, tetapi hati sudah saling mengikhlaskan kesalahan dan kekhilafan yang terjadi dalam berinteraksi.
Setelah diperiksa, dilihat, dan dibaca, ternyata perintah di dalam Al Qur’an, kata dia, bukan perintah untuk meminta maaf. Tetapi justeru sebaliknya, perintah untuk memaafkan.
“Periksa surah Ali Imran, baik di ayat 134, maupun di ayat 159. Malah, yang terakhir ini, ayat 159, justru lebih tegas, karena menggunakan kalimat perintah, atau Fiil Amr,” pungkas Wabup Saiful Arif. (Fadly Syarif)