Oleh: M. Dahlan Abubakar
SELAGI masih mahasiswa, Sulis menyambangi satu rumah pemulung di kawasan Ciputat Jakarta. Astagaa… pada satu keluarga, dia menemukan delapan anak mengalami kelainan pada bagian wajah, khususnya bibir. Semua anak ini menderita sumbing. Dia tidak mengerti bagaimana bisa anak-anak ini ‘kompak’ pada sumbing semua. “Mungkin lantaran kekurangan gizi,” kata Sulit memprediksi.
Melihat realitas dan nasib anak yang membuatnya miris itu, Sulis berjanji di dalam hati. Bahkan dia sempat memarahi bapak anak-anak tersebut melihat kondisi anggota keluarganya. Mereka tinggal berhimpitan di lapak yang sempit. Mereka mau ngapaian saja. Tidak ada hiburan lain.
“Mereka tinggal di RSS. Tahu nggak RSS, Rumah Suka Seng….,” nyeletuk Hamdan Zoelva yang sejak awal hanya mendengar cerita Sulis, akhirnya nimbrung juga. Komentar Hamdan ini tidak urung membuat Sulis tergelak tawa.
“Saya bersumpah, dua orang anak ini harus saya operasi,” hati Sulis mendesis melihat nasib anak-anak yang mengalami kelainan bawaan tersebut, Sulis hanya sempat membantu operasi dua dari delapan anak tersebut. Yang lain tidak sempat karena keburu dibawa pulang orang tuanya ke Jawa Tengah.
Setiap Sulis datang ke lapak anak-anak itu, mereka melihatnya bagaikan Bunda Maria Theresa. Perempuan misionaris dari Kalkuta India yang sangat dihormati sebagai Santa Teresa dari Kalkuta oleh Gereja Katolik setelah dikanonisasi. Kanonisasi merupakan sebuah proses yang melibatkan pembuktian bahwa kandidat telah menjalani kehidupan dengan kebajikan heroik, sehingga layak dinyatakan sebagai santo atau santa.