Sehabis tidur siang usai tiba di rumah bersama istri yang dirawat dua hari di Inggit Medical Center (IMC) Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Makassar — karena terserang stroke ringan 2 Januari 2024 dinihari — saya seperti biasa membuka gawai. Nama Yudhistira Sukatanya (Eddy Thmarin) — teman yang jarang muncul di gawai saya kalau tidak urgen — hadir dengan sebuah pesan.
“Inalillahi wa inna ilaihi rajiun. Saya baru saja menerima kabar, Pak Anis Kaba meninggal dunia. Semoga jalannya dilapangkan. Aamiin,” tulis Yudhistira pada pesan yang terkirim pukul 12.11 Wita dan saya membalasnya pada pukul 14.33 Wita.
Setelah membaca pesan itu, saya bergumam, Sulawesi Selatan kehilangan lagi seniman dan sastrawan yang pernah menorehkan tinta karya di persada provinsi ini. Lelaki tenang, pendiam, tetapi kreatif dan bersahabat ini meninggalkan orang-orang yang dicintai dan mencintainya tiga hari setelah tahun berganti (2023 ke 2024), dalam usia 82 tahun.
Menurut Yudhistira Sukatanya dalam “Lima Puluh Seniman Sulawesi Selatan dan Karyanya” (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan, 2005:15), Anis Kaba lahir di Limbung, Gowa, 12 April 1942. Ayahnya, Kaba Daeng Ngalle, putra Gallarang Bontomaero dan ibunya, Siti Khadijah Daeng Niabang, seorang perempuan Bugis Sinjai campuran Melayu.
Anis Kaba menjalani pendidikan Sekolah Rakyat (SR) hingga Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Makassar. Dia masuk Fakultas Sosial Politik Unhas yang hanya dijalaninya dua tahun, 1967-1969, belum sempat meraih gelar sarjana muda. Ketika bertugas di Manado, Anis menyelesaikan pendidikan sarjana di salah satu fakultas di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado.