Yodi kemudian memberitahu tujuan kedatangan untuk menemui jaksa M. Alatas, namun petugas tersebut awalnya terkesan tidak mengizinkan masuk dengan berdalih bahwa kantor sedang sepi dan jaksa yang dimaksud sementara menjemput tamu di bandara.
Setelah memperkenalkan identitasnya sebagai seorang pengacara, barulah petugas pos jaga itu melunak lalu membuka pintu gerbang dan membiarkan kendaraan mobil yang ditumpangi Yodi bersama keluarga almarhum Virendy meluncur masuk ke pekarangan Kantor Kejari Maros.
Diterima seorang petugas di ruangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Yodi pun mengutarakan maksud kedatangannya hendak menemui jaksa M. Alatas untuk melakukan koordinasi terkait perkara kematian Virendy.
Petugas itu selanjutnya menghubungi jaksa termaksud lewat telepon selularnya. Usai menelpon, ia kemudian menyampaikan jika jaksa M. Alatas sedang mengikuti sidang tipikor di Pengadilan Negeri Maros. Apa yang disampaikan itu, jelas bertentangan dengan informasi yang diberikan petugas pos jaga Kantor Kejari Maros.
“Herannya lagi, ketika saya meminta nomor HP jaksa M. Alatas agar dapat membuat janji untuk bertemu melakukan koordinasi, petugas loket di ruang PTSP itu langsung menghubungi kembali jaksa termaksud, dan selanjutnya menyampaikan kepada saya bahwa dia tak bersedia memberikannya,” cerita Yodi.
Mengakhiri keterangannya, pengacara yang masih lajang ini menegaskan, ketidaktransparannya aparat penegak hukum dalam penanganan kasus meninggalnya putra kebanggaan seorang wartawan senior di daerah ini, juga ditunjukkan aparat kejaksaan mengikuti jejak pihak kepolisian.
“Ada apa yah ? Kejaksaan dan Kepolisian sama saja, tidak ada transparansi dalam menangani perkara yang sempat viral dan menjadi atensi dari berbagai pihak. Meski mendapat perlakuan demikian, saya bersama keluarga almarhum Virendy akan terus berjuang untuk menegakkan keadilan hukum,” tutupnya. (*)