Oleh Musdah Mulia
Pada awal 2012 saya menerima telepon dari teman lama yang bertugas di kantor UNFPA Kuala Lumpur. Dia mengundang saya menjadi pembicara di sebuah konferensi dan lokakarya bertema demokrasi dan program penguatan hak dan kesehatan reproduksi di Kabul, Afghanistan. Dia jelaskan juga bahwa sebagian pesertanya adalah para mullah Taliban.
Setengah berteriak saya mengulangi ucapannya, “Taliban?”
“Betul,” jawabnya. “Berani nggak kamu bicara di hadapan Taliban?”
Tanpa berpikir panjang, saya jawab, “Siapa takut?”
Usai bertelepon, saya baru sadar bahwa Afghanistan bukanlah wilayah damai. Sering sekali terjadi bom bunuh diri dan bentrokan bersenjata antara tentara pemerintah dan milisi Taliban. Namun, kapan lagi saya punya kesempatan bertemu langsung dengan orang-orang Taliban yang dikenal sangat merendahkan perempuan. Saya tidak ingin kehilangan momen penting ini!
Kampanye Keluarga Berencana di Kabul, 2012
Beberapa minggu kemudian, persisnya pada 20 Februari 2012 saya berangkat ke Wina, Austria, memenuhi undangan Universitas Danube. Selain saya, pembicara dari luar Austria yang juga diundang adalah Prof. Dr. Asghar Ali Engineer, penulis, aktivis sosial, dan tokoh Muslim reformis yang sangat konsisten asal India. Ia dikenal secara internasional karena karyanya tentang teologi pembebasan dalam Islam, Ia pun memimpin Gerakan Progresif Dawoodi Bohra. Saya beberapa kali bertemu beliau dan kali ini saya berada dalam satu panel diskusi. Saya masih ingat betul, ketika beliau berdiri menyalami saya usai presentasi sambil menepuk bahu saya penuh kehangatan, layaknya seorang ayah terhadap putrinya. Siapa mengira, itulah pertemuan terakhir saya dengan almarhum.