Oleh : Musdah Mulia
Saya sangat terpukau mendengar penjelasan yang sangat menyentuh dari para penerima award. Mereka perempuan-perempuan luar biasa, perempuan yang berani keluar dari kotaknya, bahkan keluar dari zona nyaman demi bertarung dan berjihad membela kelompok tertindas yang dalam Qur’an disebut sebagai kelompok mustadh’afin. Itulah jihad yang hakiki. Saya sungguh mengapresiasi mereka karena kehadiran mereka menguatkan konsen dan tekadku selama ini untuk membela nilai-nilai kemanusiaan. Saya merasa mereka adalah potret dan cermin hidup dari aktivitas dan perjuanganku selama ini.
Panitia mengetahui bahwa saya menerima berbagai ancaman, terutama berupa intimidasi dan teror, termasuk ancaman pembunuhan. Menurut penyelenggara, saya terpilih antara lain karena berani mengajukan usulan pembaruan hukum keluarga Islam dalam bentuk Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI). Dalam dunia Islam, semua hukum dapat berubah tanpa menghadapi resistensi berarti dari kelompok mana pun. Lihat saja bagaimana perubahan hukum Islam terkait perdagangan, politik, hubungan internasional dan seterusnya terjadi tanpa penolakan. Tidak demikian halnya dengan hukum keluarga Islam, termasuk di dalamnya hukum perkawinan. Hampir semua umat Islam meyakini, hukum keluarga adalah bersifat sakral, tak boleh diutak-atik, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai hukum yang mutlak karena sepenuhnya dianggap datang dari Tuhan. Hukum keluarga dipandang sebagai esensi Islam yang tak boleh berubah. Upaya mengubahnya dimaknai sebagai mengubah teks suci. Ini sangat aneh! Tidak heran jika saya mendapatkan resistensi yang luar biasa dari semua pihak, bahkan juga dari pihak yang mengaku kelompok Islam moderat.
Prestasi kedua yang saya lakukan menurut panitia adalah mengedukasi masyarakat dengan tawaran konsep Muslimah Reformis. Gagasan Muslimah Reformis yang saya hadirkan pada tahun 2004 berisi pemikiran pembaruan interpretasi Islam ke arah pandangan yang lebih humanis dan egalitarian, kompatibel dengan nilai-nilai kemanusiaan universal serta akomodatif terhadap nilai-nilai luhur Pancasila dan prinsip HAM. Semua yang hadir di forum itu memberikan apresiasi kepada saya dan sungguh itu menjadi pendorong dan penyemangat bagi saya untuk lebih intens lagi dalam mengedukasi masyarakat.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari cerita perjuangan perempuan para penerima award tersebut. Salah satunya, jangan pernah takut menghadapi rintangan dan tantangan sekeras apa pun itu, termasuk ancaman pembunuhan. Hambatan bukan hanya datang dari masyarakat luas, tapi bisa datang dari dalam keluarga sendiri, seperti suami dan anak-anak. Rintangan pun sangat beragam: berupa ideologi, budaya patriarkal, sistem politik dan kebijakan publik, sistem pendidikan, norma-norma adat, struktur hukum yang bias gender dan interpretasi keagamaan yang sangat misoginis dan merendahkan perempuan.
Dalam forum yang amat mengesankan ini, beberapa kali kami tanpa sengaja menitikkan air mata, ada juga yang tak mampu menahan diri dan meledaklah tangis yang melukiskan betapa berat hambatan yang dihadapinya. Kami semua mengakui mengalami berbagai kekerasan, memang tidak semua mendapatkan kekerasan fisik tapi ancaman pembunuhan merupakan hal biasa bagi kami. Kekerasan terbanyak yang kami hadapi berwujud kekerasan psikis (teror mental), antara lain berupa intimidasi, teror, pelabelan negatif, stigma dan bullying.
Kami yang berasal dari masyarakat Islam selalu dituduh keji sebagai agen asing dan mata-mata Barat, intel Amerika, intel Yahudi, musuh Islam yang bertujuan menghancurkan akidah, dicap kafir, murtad dan dajjal. Sebaliknya, penerima award yang non-Muslim dan berasal dari negara negara bukan Islam juga mendapatkan stigma dan ancaman yang tak kalah kejinya. Ruth dari Israel dicap sebagai mata-mata Islam yang akan menghancurkan kemegahan Israel, lainnya dituduh agen Amerika, bahkan ada yang divonis sebagai agen teroris. Jadi, menurut saya, setiap perjuangan itu pasti ada hambatannya. Bukan perjuangan namanya jika tidak mengahadapi rintangan dan hambatan. Inilah jihad yang diajarkan dalam agama Islam, jihad melawan ketidakadilan, membasmi kebiadaban, jihad menegakkan perdamaian dan peradaban untuk kemaslahatan semua manusia, bahkan semua mahkluk di alam semesta.
Pertemuan tersebut menyimpulkan, inti perjuangan kami para penerima award itu hakikinya sama, yakni membangun peradaban melalui upaya penegakan nilai-nilai kemanusiaan universal, penguatan demokrasi, perlindungan HAM, utamanya hak asasi perempuan dan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan. Hambatan dan tantangan yang kami hadapi pun tidak berbeda satu sama lain, kami menghadapi kondisi masyarakat yang miskin dan tak berpendidikan, rezim pemerintahan yang abai terhadap HAM dan demokrasi, masyarakat yang diliputi konflik dan pertikaian antar suku, resistensi dari tokoh agama konservatif, kelompok fundamentalis agama, tokoh politik yang korup dan kelompok masyarakat yang tak mau berubah karena tak mau keluar dari zona nyaman serta kelompok masyarakat yang apatis sehingga tak punya gairah lagi untuk berubah. (*).