BIAR pembaca penasaran apa di antara satu kepingan isi buku “Leadership in Practice” yang ditulis Asmawi Syam dan Rhenald Kasali (Balai Pustaka, 2019) yang diserahkan kepada Prof.A.Husni Tanra, Prof.Idrus A.Paturusi, dan Prof. Abd.Rahman Kadir pada ,malam temu kangen itu, saya akan menarasikan ulang sebuah pengalaman praktis Asmawi. Tulisan yang dletakkan di halaman 137 ini bertajuk “Supervision in Leadership”.
“Selalu terbuka celah untuk laporan ABS, Asal Bapak Senang. Jadi selalu lakukan ‘check and re-check’,” tulis Asnawi mengawali bab ini.
Membaca tulisan ini, saya teringat pengalaman Pak Amiruddin ketika menjabat Gubernur Sulawesi Selatan dan Radi A.Gany ketika menjabat Bupati Wajo. Saya yakin, Pak Radi (alm.) belajar dari praktik kepemimpinan Pak Amir, begitu kami akrab menyapa mendiang A.Amiruddin. Saya pun yakin, Asmawi pun mungkin belajar dari Pak Amir karena termasuk salah seorang guru idealisme dan integritasnya.
Saya kutip pengalaman Pak Amir.
Dengan menggunakan helikopter, Amiruddin dalam tempo sekejap dapat terbang hingga ke pelosok. Apalagi di masa itu, transportasi darat di Sulawesi Selatan (yang hingga ke Mamuju Sulaweesi Barat sekarang ini) masih sulit menjangkau daerah pelosok karena sarana jalan terbatas. Padahal, Amiruddin bukan tipe pemimpin yang senang duduk di belakang meja, menunggu laporan.
Berkat jasa helikopter pinjaman IPTN itu, Amiruddin dapat menyibak kecurangan yang berlangsung di pelosok. Contohnya, pada tahun 1984, ia menerima laporan bahwa pemborong yang menyiapkan lokasi transmigrasi di Mamuju tidak becus bekerja. Begitu menerima laporan tersebut, Amiruddin memanggil pimpinan proyek dan pemborong. Ia mengusut kebenaran laporan tersebut. Keduanya mengakui pembangunan terbengkalai. Penyebabnya, musim hujan. Mereka berjanji setelah musim hujan, yaitu sekitar April, akan melanjutkan pembangunan. Bahkan, akan menambah tenaga kerja dan peralatan demi mengejar ketertinggalan.