Abaikan Fakta Persidangan
Analisa dan dalil hukum yang diuraikan tim penasehat hukum kedua terdakwa mendapat tanggapan dari Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy. Dalam keterangan persnya dihadapan sejumlah wartawan, Rabu (24/07/2024) malam di Virendy Cafe Jl. Telkomas Raya No.3 Makassar, menilai beberapa poin yang dipaparkan penasehat hukum di pleidoinya terkesan mengabaikan dan menutup-nutupi fakta persidangan.
Terkait persyaratan administrasi untuk mendapatkan izin kegiatan diksar dari pihak universitas yang disebutkan penasehat hukum telah dipenuhi kedua terdakwa selaku Ketua Panitia Diksar dan Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas, menurut Yodi, fakta yang terungkap di persidangan secara tegas menunjukkan rute atau jalur kegiatan diksar tidak sesuai dengan tercantum dalam proposal kegiatan.
Pada proposal tertuang rutenya dimulai dari wilayah Kabupaten Jeneponto, Takalar dan Gowa (Malino), tetapi yang dilaksanakan adalah dari wilayah Kabupaten Maros ke Kabupaten Gowa (Malino). Sementara diketahui pada awal bulan Januari 2023 lalu, cuaca ekstrim dan bencana banjir sementara melanda wilayah Kabupaten Maros.
Kemudian mengenai tandatangan dosen pembina UKM Mapala 09 FT Unhas yang hanya discan pada lembaran surat permohonan rekomendasi/izin dan surat pernyataan kesediaan bertanggungjawab, ketika keterangan dosen pembina Farid Sitepu dalam BAP Kepolisian dibacakan di persidangan, bersangkutan secara tegas menyatakan tandatangannya telah dipalsukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Yodi mempertanyakan pula perihal pernyataan penasehat hukum yang menyebutkan sesuai SOP organisasi UKM Mapala 09 FT Unhas tidak lagi ada tindak kekerasan maupun pemberian hukuman kepada peserta, sementara dalam kegiatan itu menurut keterangan sejumlah saksi (peserta diksar lainnya) di persidangan adanya pemberian set (hukuman) yang selalu mereka terima dari panitia maupun senior Mapala (alumni FT Unhas).
“Bahkan sesuai fakta persidangan dari pengakuan saksi-saksi, terhadap diri almarhum Virendy saat bersangkutan sudah dalam kondisi drop pada Kamis (12/01/2023) malam dan sudah beristirahat di camp peserta, datang senior bernama Bombom yang mengaku disuruh oleh Ilham untuk bangunkan Virendy guna menghadap ke camp senior. Sewaktu menghadap itulah, korban masih diberikan set (hukuman) mulai pukul 01.00 dinihari sampai 04.00 subuh,” papar pengacara muda ini.
“Sesuai yang terungkap di persidangan, 1 set (hukuman) adalah 9x push-up, 9x sit-up, dan 9x kengkreng. Nah, tindakan pemberian set yang tergolong aktivitas berlebihan dan menguras tenaga kepada Virendy dalam kondisi sudah lemah, tentunya sudah merupakan tindakan penyiksaan atau penganiayaan maupun kekerasan. Apalagi hanya beberapa jam kemudian di pagi hari para peserta termasuk Virendy sudah melanjutkan aktivitasnya, sehingga kondisi korban bertambah kritis dan akhirnya tumbang serta terenggut nyawanya. Kejadian pemberian set kepada Virendy mulai pukul 01.00 dinihari sampai 04.00 subuh ini sama sekali tidak dimunculkan dan seakan ditutupi penasehat hukum dalam pleidoinya,” beber Yodi lagi.
Selanjunya, sambung pengacara berdarah suku Dayak ini, terkait penyebab kematian almarhum Virendy yang didalilkan penasehat hukum mengacu kepada hasil otopsi dokter forensik yang menerangkan penyebab kematian korban akibat adanya kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena adanya penyumbatan lemak, di sisi lain penasehat hukum mengabaikan fakta dan barang bukti di persidangan yakni surat hasil Visum et Repertum RS Grestelina Makassar yang menyimpulkan bahwa luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuh korban adalah akibat benturan benda tumpul.
“Masih ingatkah ketika saksi ahli forensik yakni dokter Denny memberikan keterangan di persidangan dan menyebutkan kondisi ketahanan tubuh setiap orang berbeda-beda. Bahkan dia memberikan ilustrasi, adanya aktivitas berlebihan yang membuat jantung seseorang sudah tidak mampu bergerak memompa aliran darah. Jantung seakan berteriak minta ampun dan menyerah, jangan ditambahi lagi aktivitas berlebihan,” tandas Yodi yang menyebutkan pula jika saat menjawab pertanyaan majelis hakim terkait penyebab luka-luka, lebam dan memar di tubuh almarhum Virendy, dokter Denny menyatakan bahwa hal itu adalah ranahnya pihak kepolisian untuk menerangkannya. (hdr)