Manajemen SSV Fika Aulia menjelaskan kepada media, wahana yang tersedia di SSV ini menyontek fasilitas yang ada di berbagai negara Eropa, seperti Santorini (Yunani), bangunan kuno di Swiss, suasana bagaikan sedang melintas di atas jembatan di Venice, Italia, London Street Vies, Inggris, Kincir Angin Negeri Belanda, Selain berbagai miniatur dari negara Eropa, SSV juga menawarkan Asian Culture, misalnya Fushimi dari Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan, dan bangunan masjid tempat salat dari Indonesia.
“Setiap detail wahana dirancang untuk memuaskan pengunjung,” kata Fika Aulia kepada media. Di SSV kita dapat menemukan wahana jembatan kaca, ayunan raksasa. Pada lima hari pertama setelah pembukaan, ujar Fika, sudah menyerap 7.455 pengunjung. Mereka yang berkunjung selain dari Gowa, Makassar, ada pula dari Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, dan Papua Barat.
Berada di SSV, serasa kita sedang melancong ke sebuah kota mini. Kita akan membayangkan, SSV ini bagaikan berada di atas bukit dengan sejumlah bangunan yang ada di Tiongkok yang kerap kita lihat melalui media sosial.
Di atas SSV yang terletak di Bulu Tallasa Kelurahan Pattapang Kelurahan Tinggimoncong kita dapat menyaksikan latar belakang awan putih dan kabut yang menyelimuti kaki hingga punggung bukit. Eka, CEO SSV menjelaskan, objek wisata ini dibuka pada pukul 09.00 hingga 21.00 dan pada akhir minggu dibuka hingga pukul 22.00 Wita.
Perjalanan ke SSV harus menggunakan kendaraan karena harus menanjak. Dari jalur jalan poros, jaraknya sekitar 1 km. Dari jalan poros ke SSV sudah tersapu jalan aspal. Hanya kontur menyisir lereng SSV. Di bawah puncak SSV, terdapat area parkir yang dapat menampung puluhan kendaraan. Tetapi di bagian bawah, juga tersedia lokasi parkir. Ketika saya berkunjung, banyak kendaraan diparkir pada poros jalan pulang (keluar) dari SSV. Jadi, jalur kendaraan yang menuju dan kembali ke SSV berbeda, sehingga memungkinkan kemacetan dapat diatasi.