Machmoed Sallie, sejak tahun 1967 sudah berkenalan dengan dunia jurnalistik, setahun setelah menjadi pegawai sipil Kodam XIV Hasanuddin. Lantaran cintanya pada pers, pria juga berdarah seni ini memutuskan berhenti menjadi pegawai negeri sipil Kodam.Bahkan, sejak tahun 1953 – saat usianya 8 tahun – dia sudah berkenalan dengan surat kabar. Tetapi, baru sebatas melihat saja. ‘
’Saya tahun 1953 sudah lihat surat kabar Harian Pedoman Rakyat di Parepare. Tapi, di atas meja Komandan Kompi 705 Ousterling. Saat itu, Pedoman Rakyat terbit masih mini. Saya tertarik dan mulai membacanya,’’ kenang lepasan SMA tahun 1965 ini dalam suatu perbincangan dengan saya tahun 2010.
Pada tahun 1961, ketertarikannya pada surat kabar kian menjadi-jadi. Malah dia beberapa kali sempat ikut mengecerkan suratkabar tertua tersebut. Termasuk Suratkabar Harian Marhaen. Saat itulah, Machmoed mengenal sejumlah nama dedengkot wartawan Sulawesi Selatan seperti M.Basir dan L.E.Manuhua (PR), serta Massiara dan J.Mewengkang dari Harian Marhaen.
‘’Empat tokoh ini saya kagumi,’’ kata pria yang pernah ‘mampir’ di Fakultas Ilmu Eksakta IKIP Makassar (1965-1966).
Mereka sangat berwibawa. Juga, menurut Machmoed, disegani. Drop out Fakultas Ushuluddin UMI (1966-1969) ini ingin seperti mereka.
Di SMA dan menginjak ke perguruan tinggi, suami – dari –Marwah Sunding – tersebut mulai aktif menulis cerita pendek dan puisi. Karyanya itu dia kirim ke berbagai surat kabar harian dan mingguan. Mau jadi wartawan, dia belum tahu jalannya. Keinginannya saja yang kuat. Setelah masuk UMI, bersama kawan-kawannya, tahun 1967 dia mendirikan Gelanggang Mahasiswa (Gema) UMI. Sebelumnya, masih pada tahun yang sama, dia menjabat Ketua Seksi Seni Budaya Pelajar Islam Indonesia (PII) Sulsel.