Cerita yang disampaikan, yakni tentang warga yang berusaha mengusir tikus-tikus dengan kemunculan Meongpalo dari lumbung padi, didukung dengan sangat baik oleh pemain anak-anak yang mengenakan kostum hitam. Penampilan mereka dipuji sebagai elemen yang sangat baik dari keseluruhan pementasan. Tidak hanya itu, tata artistik yang menampilkan pajo-pajo dengan topi petani tergarap dengan apik, memperkaya visual dari setiap adegan di mana Meongpalo muncul.
Bahar Merdu, yang telah lama berkecimpung dalam dunia teater anak-anak dan memiliki pengalaman membina Teater Anak-anak Grisbon hingga ke tingkat nasional, menunjukkan penguasaan yang tinggi dalam pementasan ini. Meskipun masih ada ruang untuk pengembangan, khususnya dalam olah tubuh, pengamatan Ram Prapanca menyoroti betapa pementasan ini, yang sebelumnya juga telah ditampilkan pada acara F8, tetap berhasil memukau dengan eksekusi artistiknya yang matang.
Akkasaraki Nabbia “Mengajarkan nilai-nilai agama siswa”
Dalam pertunjukan Akkasaraki Nabbia yang disutradarai oleh Drs. Alim Basri, para siswa SMPN 15 tidak hanya menampilkan kemampuan aktingnya, tetapi juga menunjukkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai agama yang terkandung dalam naskah. Ini adalah pencapaian yang luar biasa, mengingat bahwa para pemerannya adalah siswa-siswa SMP yang masih dalam proses pembelajaran.
“Secara keseluruhan, partisipasi siswa SMPN 15 dalam pertunjukan ini bukan hanya sekadar penampilan di atas panggung, tetapi juga proses pendidikan yang mendalam,”kata Ram Prapanca menambahkan melalui teater, mereka dapat memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dengan cara yang kreatif dan menyenangkan, yang tentu saja akan memberikan dampak positif dalam pembentukan karakter mereka di masa depan.
Ulasan dari pengamat Arman Dewarti (Sutradara dan Sineas), dan Dr. Arifin Manggau, M.Pd (Ketua DKSS), akan dilanjutkan pada edisi mendatang. (pw/rk).