PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kasus dugaan premanisme dan mafia tanah yang melibatkan Naba, Rahman, dan Chairul terus menuai sorotan serta membuat resah para pedagang di Jl Daeng Tata Raya, Makassar. Berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan No. LP/B/1208/VI/2024/SPKT/Polrestabes Makassar tertanggal 30 Juni 2024, ketiga terlapor diduga terlibat dalam tindak pidana pengrusakan kios milik para pedagang. Namun, hingga kini, penyidikan belum menunjukkan perkembangan signifikan, dan para pedagang merasa semakin terintimidasi.
Masalah ini semakin rumit dengan adanya laporan polisi terbaru No. LP/1306/VII/2024/Polda Sulsel-Restabes Mks, tertanggal 27 Juli 2024, yang melibatkan Chairul sebagai pelapor. Laporan ini mengacu pada dugaan tindak pidana penggunaan surat palsu dan penyerobotan tanah, yang diatur dalam Pasal 263 KUHP dan Pasal 385 KUHP. Beberapa pedagang mengaku dipanggil dan diarahkan oleh penyidik untuk beralih membayar sewa lahan kepada Chairul, meskipun sebelumnya mereka menyewa lahan dari Hamzah Tutu.
Salah seorang pedagang yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan ketakutannya setelah dipanggil oleh penyidik. “Kami merasa ditekan untuk membayar sewa kepada Chairul, padahal kami sudah lama menyewa dari Hamzah Tutu. Kami benar-benar merasa terintimidasi, ada apa dengan penyidik ?,” ungkapnya penuh curiga.
Jupri, seorang pemerhati sosial yang aktif mengamati kasus ini, turut mengomentari situasi yang semakin meresahkan ini. Menurutnya, dugaan keterlibatan penyidik dalam skenario mafia tanah semakin memperburuk citra kepolisian di mata masyarakat.
“Kasus ini mirip dengan skandal yang baru-baru ini viral, di mana Kanit PPA Polrestabes Makassar diduga menerima dana dari pelaku TPPO. Belum selesai masalah TPPO, kini muncul lagi dugaan bahwa Unit Tahbang Polrestabes Makassar terlibat dalam mafia pertanahan,” tegas Jupri saat dimintai tanggapannya via telepon, Jumat (20/09/2024).