Catatan M.Dahlan Abubakar
Mobil tentara yang membawa kami menuju lahan percontohan terus melaju tanpa memedulikan kondisi jalan yang buruk dan mendaki dan menurun mengikuti kontur lahan. Sekali waktu mencoba mengabadikan suasana lahan, dampaknya saya terpelanting dan nyaris tiarap di lantai mobil. Untung satu tangan masih ngotot memegang erat tiang penyanggah terpal sebelah kiri.
Setelah meluncur sekitar 3km dalam waktu sekitar 30 menit, kami tiba di tujuan. Suasananya begitu adem. Hutan kemiri, durian, rambutan, dan pinang yang ditanam beberapa tahun lalu sudah menghasilkan. Kemiri sedang berbuah. Durian pun berbunga, sementara pinang pun berbuah. Pinang malah memberikan profit ganda. Selain buahnya, pelepahnya bernilai uang.
Pelepah buah pinang digunakan sebagai pembungkus ikan tengiri atau tongkol saat dipanggang di perapian. Hanga per lembar Rp 1.000. Di kedai kecil penjual aneka sayur, ikan, dan pisang goreng di depan rumah orang tua saya, pada malam hari dua-tiga gulungan pelepah buah pinang tampak di situ. Barang jualan ini menunggu bus pengangkut ke Tente yang datang menjemput pemilik kedai setiap pukul 04.00 subuh. Pukul 09.00 Wita bus kecil itu sudah tiba kembali di desa Kanca dengan penumpang langganan tetapnya.
Selain itu ada juga kopi. Menurut Abdillah M.Saleh pada setiap lokasi ditanam tujuh jenis tanaman, selain kemiri, durian, kopi, rambutan, juga ditanam tanaman tumpang sari seperti ubi kayu, jagung, dan tanaman jangka pendek lainnya.
Sejauh mata memandang dari pondok tempat kami mencicipi santapan siang yang enak hasil racikan perempuan-perempuan desa, hanya tampak pohon yang sudah tumbuh tinggi hingga ke punggung lereng gunung. Yang saya bayangkan kelak, saat jalan sudah agak mulus dan dapat dilalui kendaraan, lokasi Mada Nangga ini akan menjadi objek wisata buah durian yang memesona.