PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR.- Pemberi dan penerima suap, khususnya di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada,) bukan sekadar tindakan illegal. Tetapi, juga merusak tatanan dalam demokrasi. Malah, menyuap dalam konteks Pilkada merupakan tindakan tidak terpuji, sehingga dalam konteks agama Islam dikecam lantaran bertentangan dengan prinsip keadilan, amanah, dan etika moral.
Jika itu terjadi, tentunya hasil akhir yang diperoleh melalui suap tidak menghasilkan pemimpin terbaik bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Malah, dalam agama Islam, haram merujuk pada segala sesuatu yang dilarang dan dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama. Suap, baik sebagai penerima maupun pemberi, adalah tindakan yang dikecam karena bertentangan dengan prinsip keadilan, amanah, dan etika moral. Dalam konteks pilkada, tindakan ini merusak tujuan utama dari demokrasi itu sendiri, yaitu memilih pemimpin yang terbaik untuk kepentingan masyarakat.
Pernyataan tersebut dikemukakan H.Ashar Tamanggong di ruang kerjanya, Senin, 25 November petang ini, seputar suap dalam tataran Pilkada Sulsel dan Pilwali Kota Makassar yang akan dihelat, Rabu, 27 November nanti.
Mantan Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kota Makassar itu menegaskan, tindakan suap menempatkan individu atau kelompok tertentu di atas kepentingan umum, serta menciptakan ketidakadilan yang merugikan banyak orang.
Malah, dalam konteks moral dan agama, menerima suap merupakan praktik yang haram, sehingga bisa masuk neraka. Karenanya, perlu ada kesadaran kolektif untuk melawan praktik ini demi terciptanya demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
“Dalam pandangan sebagian besar pemuka agama, suap bukan hanya tindakan yang menghalangi hak warga untuk memilih pemimpin yang layak, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan,” tegasnya.