Hal serupa dapat dilihat di China, di mana nilai-nilai Konfusianisme seperti li (kesopanan) dan ren (kemanusian), menjadi fondasi sosial yang menggerakkan bangsa ini menjadi kekuatan ekonomi global. Data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa pada tahun 2023, Jepang dan China termasuk dalam 10 besar negara paling inovatif di dunia, dengan indeks budaya dan etos kerja yang tinggi sebagai salah satu pilar kunci.
Resep dari keberhasilan kedua yang dicontohkan tersebut adalah
kemampuan mereka untuk mensinergikan budaya dan spiritualitas sebagai fondasi nilai, tanpa kehilangan identitas mereka. Bahkan, identitas tersebut menjadi kekuatan soft diplomasi yang memperkuat posisi mereka dalam percaturan internasional.
Diplomasi maritim masyarakat Bugis merupakan mata air sumber inspirasi. Refleksi atas pengalaman ini membawa kita pada sejarah gemilang masyarakat Bugis. Dalam dunia maritim, manusia Bugis dikenal sebagai pelaut ulung yang berani membelah samudera hingga ke ujung dunia yang baru. Berbagai misi diemban mengarungi lautan. Mulai dari berdagang, menjalin hubungan diplomasi, hingga dakwah menyebarkan nilai-nilai keislaman.
Kapal pinisi, yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia, bukan semata alat transportasi. Tapi manifestasi budaya dan adat, simbol teknologi maritim, juga lambang dari semangat kebersamaan, keuletan, dan inklusivitas masyarakat Bugis terhadap dunia.
Hadir dalam Temu Budaya tersebut, ada Prof Dr Sukardi Weda, guru besar UNM, Prof Dr Amran Razak, guru besar Unhas, Prof Dr Muhammad Azis, guru besar UNM, dan sejumlah penggiat seni dan budaya di Sulawesi Selatan.
Dalam pandangannya Prof Sukardi Weda, sepakat dengan Dr. Ajip Padindang bahwa: 1. Sepakat, bahwa Jepang, China, Korea Selatan maju karena kearifan lokalnya. Di era 1980-an, kita sama dan sejajar dengan Korsel, Singapura, China, Malaysia, tapi kita tertinggal jauh karena mereka optimal di bidang pendidikan dan kebudayaan, 2. Kita apresiasi survey tadi, tentang pelestarian budaya di Sulawesi Selatan, tapi harapan kita semua kelompok etnik terwakili, di Sulsel, seperti Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja, jadi subjeknya lebih diperluas lagi, 3. Kebudayaan adalah baik, semua budaya baik, minimal bagi pemilik budaya itu. Untuk itu perlu perhatian untuk pelestarian budaya tersebut sebagai sumber pembangunan bangsa. Para pemilik budaya juga perlu memahami CCC (cross cultural competence), supaya terjalin mutual understanding, karena salam paham dalam masyarakat dapat mengakibatkan konflik komunal, konflik sosial, dan menjadi konflik laten, maka perlu kompetensi pemahaman antar budaya (CCC), dan saya ada beberapa tulisan dalam bentuk artikel ilmiah tentang CCC dan cross cultural understanding, dan 4. Kalau saya ditanya, bidang/aspek apa yg penting dan utama untuk pembangunan. Saya dengan tegas akan mengatakan sosial budaya, karena kalau masyarakat kita tidak aman, yakin bidang lain: ekonomi, hukum, dll juga akan morat marit. Untuk itu mari menempatkan aspek budaya sebagai hal yang sangat fundamental dalam pembangunan bangsa. (*/RK)