Sejak Fajar lahir, Alwi Hamu berada pada posisi puncak memimpin harian ini. Namun, regenerasi juga terjadi secara internal dan alamiah. Sembari berkeliling tanah air membuka jejaring media di beberapa daerah, pria kelahiran Pangkajene Sidenreng 28 Juli 1944 ini, memberi kesempatan kepada kader muda memimpin Fajar. Hingga sekarang, kepemimpinan redaksional di Fajar silih berganti.
Di bawah kepemimpinannya, Fajar yang sempat terseok-seok, mampu melewati titik “break event point” setelah bergabung dalam Jawa Post Group. Perusahaan pers Jawa Timur itulah yang menginjeksi Fajar hingga mampu mandiri. Bahkan, tidak hanya mandiri, Fajar Media Group kini sudah memiliki sejumlah media.
Alwi Hamu, termasuk salah seorang figur yang meraih sukses tanpa gelar. Memang ada gelarnya, Sarjana Muda Teknik Unhas (1967), tetapi tidak pernah melekat di namanya. Gelar ini pada masa itu memang sangat keren. Bukan karena gelarnya, melainkan kemampuan dan kompetensi mereka yang menyandang gelar setingkat ini sudah tidak diragukan lagi berkiprah dalam dunia nyata/di lapangan sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Suami H.Nuraini ini, termasuk dapat digolongkan sebagai komunitas Bill Gates, jutawan pemilik dan pencipta Microsoft. Pada jejeran nama tanpa gelar yang sukses besar tersebut ada nama-nama lain seperti, Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), H.Agus Salim, K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), M.Anwar Ibrahim (mantan Wakil/PM Malaysia), Abdullah bin Auf, Abuya Ashaari, M.Natsir, Hasan Al Banna, Anne Rufaidah, Kol.Sanders, dan Siti Nurhaliza. Mereka adalah orang-orang yang telah mencatatkan dirinya mampu meraih sukses besar tanpa embel-embel yang terakhir-terakhir ini diburu dan digilai banyak orang. Gelar terkadang diperoleh secara instan. Sepertinya hidup ini tidak afdal tanpa gelar, hingga harus diburu dan dikejar untuk memperpanjang nama. Alwi Hamu – meski dia mampu – tak silau dengan orang yang memburu gelar.
Mungkin ada yang bertanya, sukses apa yang diraih Alwi Hamu hingga dapat disejajarkan dengan mereka? Kita tidak dapat menafikan, tanpa ayah lima anak ini, Harian Fajar tidak akan sebesar sekarang. Bukan cuma itu, tanpa anak pasangan H.Muh.Syata dan Hj Ramlah ini, Media Fajar Group tidak bakal mampu melebarkan jejaring di berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan Indonesia bagian timur. Melahirkan media-media baru yang eksis maupun di Kawasan Timur/ Indonesia dalam frame Fajar Group.
Alwi Hamu menyelesaikan pendidikan SD, SLTP, dan SLTA di Parepare. Pada tahun 1965 dia masuk Fakultas Teknik Unhas. Pada masa inilah dia bergaul dengan beberapa aktivis yang kemudian mengantar dirinya berkenalan dengan dunia pers. Pergaulan persnya itu didukung pengetahuan teori jurnalistik yang pernah ditimbanya melalui Kursus Kewartawanan “Mekar”.
Meskipun gagal melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Unhas hingga usai, Alwi Hamu lebih banyak menjalani pendidikan singkat dan nonformal. Misalnya saja, pada tahun 1970, dia mengikuti pendidikan Sub Editor Course di Kuala Lumpur, Malaysia. Empat tahun kemudian mengikuti Project Apraisal Course yang dilaksanakan di Unhas. Setahun kemudian di Unhas juga, dia mengikuti Minout Indonesia Course (1975).
Pada tahun 1976, dia memperoleh kesempatan mengikuti Workshop Penerbit Buku di Bangkok. Dia harus mengikuti lokakarya tersebut dalam kapasitasnya sebagai salah seorang yang mengelola percetakan dan penerbit buku. Percetakan ‘’Bakti Baru’’ termasuk penerbit yang rajin menerbitkan berbagai buku produk lokal Sulawesi Selatan antara tahun 70-an.
Soal pendidikan atau kursus maupun seminar dan lokakarya mengenai pers, sudah tidak terhitung banyaknya dia ikuti. Mungkin hampir sama banyaknya dengan posisinya sebagai pembicara tentang pers di berbagai daerah di Indonesia.
Setelah Fajar terbit, selain menempati posisi Pemimpin Umum/Redaksi (sejak 1981), sosok yang tahun 2004-2009 menjadi staf ahli Wakil Presiden RI M.Jusuf Kalla itu juga menjabat Direktur Utama PT Media Fajar (sejak 1983). Lalu menjadi Komisaris PT Dharma Nyata (sejak 1991), Ketua Yayasan Suara Maluku, sebuah koran yang diterbitkan di Ambon tahun 1991. Dalam kaitan dengan jaringan Jawa Pos Group, Alwi Hamu juga dipercaya sebagai Komisaris PT Suara Nusa Mataram, sebuah koran harian yang terbit di ibu kota Nusa Tenggara Barat. Jabatan yang sama juga dia pangku di Harian Semarak Bengkulu.
Di Sulsel sendiri, jaringan Faja Group ini sudah menyebar. Selain Fajar, Ujungpandang Ekspres, Intim Golo dan Berita Kota Makassar di Makassar, di beberapa daerah terbit koran baru. Misalnya, Ajattappareng, Pare Pos, Palopo Pos, Radar Sulbar, Radar Bone, Radar Bulukumba, Fajar Pendidikan, Fajar TV, Fajar FM, dan Negarawan yang terbit di Jakarta.
Alwi juga jeli melirik perkembangan dunia kerja. Guna mendukung media-media yang baru dibangunnya, dia mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Fajar. Lembaga pendidikan ini, tidak hanya berkiprah di media di bawah Fajar Group, tetapi juga di media-media elektronik jaringan ibu kota. Stikom kini menjadi Universitas Fajar (Unifa) dan menempati kampus di bekas gedung Fajar Jl.Racing Centre.
Masih ada tiga lembaga pendidikan lain yang didirikan Alwi, yakni Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Nitro, Akademi Pariwisata, dan Akuntansi. Keempat lembaga pendidikan itu, kini bernaung di bawah Unifa yang pernah dipimpin rektor Prof.Dr.H.Halide dan Prof. Drs.Adly AD, MPA.
Orang selalu mengaitkan sosok ini dengan kualitas wartawan. Betapa tidak, jika ada 10 orang wartawan terbaik, setidak-tidaknya ada sembilan bekas polesan tangan Alwi. Jurnalis andal tidak hanya sekarang baru dilahirkan, tetapi sejak dulu. Masih ingat dengan nama Syahrir Maula, Andi Syahrir Makkuradde, Thamrin Ely (dari Maluku), Syamsu Nur, Ronald Ngantung (Wapemred Tribun), dan Abdullah Hehamahua (mantan Penasihat KPK). Mereka ini merupakan lepasan almamater Pendidikan Pers yang dilaksanakan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) yang diketuai Alwi (1967- 1971). Pada dekade 1980-an, muncul nama Aidir Amin Daud, Syukriansyah S.Latief, Waspada Santing, Mappiar, Suwardi Tahir, dan beberapa nama lainnya.
Dalam organisasi kemasyarakatan, Alwi Hamu tercatat sebagai Ketua Umum Bahumas Kosgoro Sulsel (1981-1989), Direktur Confederation ASEAN Journalists (CAJ) yang berkedudukan di Bangkok, Wakil Ketua Umum Kadin Sulsel (1994/1996) dan Ketua Umum PWI Sulsel (1993-1997).
Di samping posisi itu, beliau juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat KNPI Sulsel 1981 s.d. 1985, Badan Pekerja Kongres (BPK) PWI Pusat Sulsel (1985 s.d. 1988). Alwi Hamu menjadi anggota biasa PWI sejak tahun 1970.
Kesibukannya sebagai jajaran manajemen Jawa Post Group kini kian diperberat lagi dengan posisinya sebagai Staf Ahli Wakil Presiden RI. Dia termasuk salah seorang pendidik Jawa Pos News Network (JPNN) selain sebagai Direktur Utama Fajar Group. Posisi itu diraihnya, karena pada tahun 2003/2004, dia termasuk salah seorang anggota tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung kala itu, SBY-JK. Sayang, pasangan ini terhenti setelah lima tahun bersama.
Saya terakhir bertemu Pak Alwi setelah sakit pada tanggal 15 Maret 2019 pada salah satu hotel di Jakarta. Saya dan Dr.Tammasse, M.Hum, hadir di hotel itu karena memenuhi undangan panitia peluncuran buku Tanri Abeng berjudul “Pelajaran Bagi Bangsa”. Pak JK juga hadir, Pak Alwi pun ada. Saya sempat mewawancarainya. Pak Alwi selalu saja memiliki cerita yang menarik kalau bertemu saya. Mungkin maklum saya termasuk ‘tentara yang selalu membawa senjata” (baca:jurnalis yang siaga satu).
Saat mulai bercerita, saya mencabut alat perekam yang selalu tersembunyi di kantong celana kiri. Ya, seperti yang pembaca lihat dalam foto yang sangat fenomenal ini. Selamat jalan, “Rupert Murdoch” (pemilik News Corporation paling berpengaruh di dunia) dari Timur itu telah tiada. Semoga amal ibadah diterima di sisi-Nya. Amin. (*).