Refleksi Hari Pers Nasional 2025 : Tak Sadar, Wartawan Kerap “Harakiri”

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Beberapa waktu yang lalu, ada upaya dari pemerintah, kalau tidak salah satu lembaga di bawah pemerintahan Joko Widodo, melarang adanya pemberitaan yang bersifat investigatif yang dilakukan media TV. Alasannya, jika berita investigasi tersebut sudah ditayangkan oleh salah satu media, katanya, akan mematikan media yang lain memberitakan informasi itu, karena berita tersebut sudah ditayangkan.

Saya kira ini pendapat yang perlu diluruskan. Kita ambil contoh tentang berita tabung gas elpiji 3 kg yang menghebohkan itu. Satu media TV misalnya, bisa saja membuat laporan investigasi tentang topik yang sama, tetapi tetap terbuka ruang bagi media TV yang lainnya melakukan hal yang sama. Tentu saja media TV kedua mengambil ‘angle’ yang lain dan belum tersentuh oleh media TV pertama. Di sini para redaktur akan diuji kemampuannya menggunakan nalar kritis untuk melihat suatu persoalan yang hendak diberitakan.

Saya selalu menjadikan rujukan berita Majalah ‘Tempo’ dan Harian ‘Kompas’ misalnya. Laporan utama majalah ‘Tempo’ adalah juga informasi yang pernah diberitakan oleh berbagai media di Indonesia. Bahkan, mungkin berita yang dijadikan rujukan itu berita kecil saja di media-media lain. Namun ‘Tempo’ jeli melihat dan menggunakan kiat kerja jurnalistik kelompok dengan menggunakan laporan investigatif yang “indepth” (mendalam) yang tidak ditemukan di media lain.

Ketiga, persoalan pelanggaran kode etik jurnalistik, bukan baru sekarang, melainkan sejak puluhan tahun silam. Pada tahun 1980-an saya pernah membaca berita pada salah satu media yang mengungkapkan bahwa sebagian besar wartawan Indonesia tidak pernah membaca kode etik jurnalistik. Penelitian tentang penaatan atas kode etik jurnalistik telah dilakukan pada tahun 2019 (sesuai “artificial intelligence” –AI, kecrdasan buatan). Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat beberapa kasus pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan pada tahun tersebut.

Baca juga :  Alhamdulillah, 240 Jemaah Haji Sinjai Tiba di Tanah Air

Penelitian lain juga menemukan bahwa pemahaman dan pelanggaran kode etik jurnalistik masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam industri jurnalistik di Indonesia. Selain itu, penelitian tentang penerapan kode etik jurnalistik dalam perspektif Islam juga telah dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme wartawan dan memastikan bahwa mereka mematuhi kode etik jurnalistik.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa wartawan memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhi kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik ini ditetapkan oleh Dewan Pers dan harus dipatuhi oleh semua wartawan di Indonesia. Meskipun tidak ada data terkini tentang persentase wartawan yang mematuhi kode etik jurnalistik, Dewan Pers telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman wartawan tentang kode etik jurnalistik.

Berkaitan dengan kode etik jurnalistik ini, pada tahun 2021, seorang pemimpin redaksi media online di Sumatra Utara tewas ditembak oleh orang tidak dikenal (OTK) ketika korban melintas di salah satu jalan di Simalungun, Sumatera Utara. Kapolda Sumut Irjen Pol.Panca Putra (waktu itu) menyebutkan, motiv pembunuhan adalah dendam dan sakit hati.

Begitu membaca berita penembakan wartawan yang terjadi 19 Juni 2021 itu, saya langsung ‘menyisir’ berita-berita yang diturunkan media online yang dipimpiin almarhum. Lima berita yang saya jadikan sampel, setelah diamati, semuanya berita kontrol sosial yang harus dikonfirmasi (‘check and re-check’), tetapi tidak satu pun ada informasi penyeimbang yang merupakan hasil konfirmasi dilakukan media itu. Dua dari lima berita tersebut adalah menyorot oknum aparat penegak hukum daerah. Satu di antara kedua berita tersebut, mendesak ‘bos’ aparat penegak hukum setempat dipecat.

“Otak intelijen’ saya jalan dan menduga, dua berita itulah yang menjadi pemicu kematian almarhum. Apalagi dikaitkan dengan penjelasan Kapolda yang menyebut motiv pembunuhan adalah dendam dan sakit hati. Siapa yang sakit hati, hingga sang wartawan yang menjadi tumbalnya? Silakan jawab di dalam hati.
Inilah yang saya maksudkan, wartawan kerap melakukan “harakiri” (bunuh diri sendiri) karena kelakuannya. Kekerasan terhadap wartawan pun banyak terjadi karena ulah wartawan sendiri. Dan, kita semua kadang tidak sadar dan lalai dengan dampak atas pelanggaran kode etik jurnalistik yang menjadi rujukan operasional kegiatan jurnalistik.

Baca juga :  Sembari Pantau Wilayah, Bhabinkamtibmas Tabaringan Bagikan Brosur Pengaduan

Selamat Hari Pers, tetap menjadi wartawan yang berkualitas dan beretika. Wassalam. (*)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Jumat Bersih, TNI Turun Bergotong Royong Bersama Warga Citta

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Sejumlah personil TNI Pos Koramil 1423 - 04 Kecamatam Citta turun bergotong royong bersama warga...

Personil TNI – Polri Amankan Ibadah Jumat Agung di Soppeng

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG - Puluhan personil Polres Soppeng bersama Kodim 1423 dikerahkan untuk pengamanan pelaksanaan ibadah Jumat Agung dan...

Melihat Sebuah Bentor Bersama Pengendaranya Terperosok ke Saluran Air, Anggota Polwan Polres Gowa Tunjukkan Aksi Heroik Berikan Bantuan

PEDOMANRAKYAT, GOWA - Dalam rangka melaksanakan program Patroli Polwan Menyapa, salah satu program unggulan Kapolres Gowa AKBP Muhammad...

Cegah Perjudian, Tim Gabungan TNI-Polri Gowa Bongkar Lokasi yang Diduga Arena Sabung Ayam di Desa Nirannuang

PEDOMANRAKYAT, GOWA - Tim gabungan TNI-Polri Kabupaten Gowa melaksanakan kegiatan pengecekan lokasi yang diduga sebagai arena sabung ayam...