Dalam diskusinya, Prof. Hamzah Halim menguraikan, dominus litis memberikan peran strategis bagi jaksa sebagai “pengendali perkara” dari awal hingga akhir, sehingga menghindarkan perkara dari praktik bolak-balik antara penyidik dan jaksa.
Prof. Hamzah juga mengusulkan agar Kejaksaan RI direstrukturisasi agar dapat masuk ke dalam rumpun yudikatif, demi menjaga independensinya.
Prof. Aswanto menambahkan, “KUHAP harus mampu menjamin hak tersangka, terdakwa, korban, dan pihak lain yang terlibat dalam proses hukum. Dengan adanya dominus litis, jaksa dapat lebih leluasa mengontrol penuntutan demi mencapai kepastian hukum dan mencegah intervensi eksternal,”.
Sementara itu, Prof. Hambali Thalib menekankan pentingnya koordinasi erat antara penyidik dan penuntut umum dalam rangka menghindari kesalahan prosedural serta meningkatkan akuntabilitas dalam sistem peradilan.
Acara ini juga mengulas landasan hukum dominus litis yang bersumber dari berbagai undang-undang, seperti UUD 1945, UU Kejaksaan, UU Kekuasaan Kehakiman, serta KUHAP itu sendiri.
Diskusi mendalam mengenai mekanisme penuntutan, penghentian penuntutan, dan pelimpahan perkara ke pengadilan turut menggambarkan betapa pentingnya peran jaksa dalam menentukan arah suatu perkara pidana.
“FGD “Dominus Litis dalam RUU KUHAP” diharapkan dapat membuka ruang bagi pemikiran baru dalam penyempurnaan sistem peradilan pidana Indonesia, sehingga nantinya hukum dapat ditegakkan secara lebih konsisten, transparan, dan berkeadilan,” Prof. Hambali Thalib menandaskan.(Hdr)