1. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
– Bank seharusnya memberikan informasi yang transparan kepada debitur terkait proses eksekusi agunan, termasuk harga dasar lelang dan pembeli yang memenangkan lelang.
2. Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
– Jika ada unsur paksaan dalam pengosongan rumah tanpa prosedur hukum yang sah, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
– KPKNL seharusnya memastikan bahwa proses lelang dilakukan secara transparan dan memberikan informasi kepada debitur mengenai hasil lelang, termasuk nilai lelang dan pemenang.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
– Bank yang tidak memberikan informasi jelas mengenai utang debitur dan hasil lelang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak konsumen.
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
– Pasal 29 ayat (4) mengatur bahwa bank wajib menjalankan praktik perbankan dengan prinsip kehati-hatian, termasuk dalam menangani kredit bermasalah agar tidak merugikan debitur.
6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum
– Bank diwajibkan untuk menjaga transparansi dalam pelaksanaan lelang jaminan kredit dan memberikan informasi lengkap kepada nasabah terkait status utang serta harga lelang aset.
“Kami berharap ada kejelasan hukum terkait masalah ini. Sebagai warga negara, Marthen memiliki hak untuk mengetahui status utangnya serta kepastian hukum atas lelang rumahnya. Untuk mendapatkan keadilan dan transparansi dari pihak terkait, kami sudah siap melaporkan secara resmi dan akan menempuh jalur hukum secara resmi,” tandas Agung menutup percakapan. (Restu)