Lithang adalah ruang kesusilaan yang digunakan untuk sembahyang dan belajar.
Kong Miao digunakan untuk bersembahyang kepada Tuhan serta menghormati Nabi Khung Ce, tokoh penyempurna ajaran Konghucu.
Kelenteng adalah tempat bersembahyang kepada Tuhan serta memuliakan Para Suci atau Shen Ming dalam agama Konghucu.
Dalam kesehariannya selama pendidikan di SIPSS, Afat mengaku tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah. Ia lebih banyak berdoa dan merenung, dibandingkan sembahyang yang memerlukan tempat khusus serta perlengkapan seperti dupa, lilin, dan sesaji.
“Pengasuh di sini memberikan saya kebebasan untuk beribadah sesuai keyakinan saya. Saya tetap bisa rutin berdoa dan membawa kitab suci saya, Kitab Sishu, yang menjadi pedoman untuk refleksi diri dan mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,” tuturnya.
Afat mengungkapkan bahwa motivasinya bergabung dengan Polri adalah untuk lebih banyak melayani masyarakat, tidak hanya dalam lingkup komunitas Konghucu. Ia juga terinspirasi oleh rekannya, Michael Josua, yang beragama Konghucu dan sudah lebih dulu diterima di Akpol serta kini bertugas di kepolisian.
Selain itu, dalam SIPSS 2024 juga terdapat rekannya, Dokter David, seorang dokter umum beragama Konghucu yang kini bertugas di Brimob Polda Papua.
“Saya melihat Polri menjunjung tinggi pluralitas dan memiliki semangat pengabdian kepada masyarakat. Ini sejalan dengan ajaran Konghucu yang mengajarkan jiwa sosial dan berbagi kepada sesama,” pungkasnya. (*)