Hal itu sepenuhnya tergantung kepada Presiden Prabowo. Jika Presiden Prabowo ingin mempertahankan Laksamana Muhammad Ali sebagai KSAL maka Presiden Prabowo akan menandatangani UU TNI baru sebelum tanggal 9 April 2025, sehingga otomatis masa aktif Laksamana Muhammad Ali bertambah lima tahun sampai 9 April 2030.
Jika ingin mengganti KASAL, maka Presiden Prabowo bisa menunda menandatangani UU TNI baru hingga setelah tanggal 9 April 2025 atau membiarkan UU TNI berlaku otomatis tanpa menandatanganinya.
Publik Indonesia saat ini sedang menanti jawaban atas sebuah pertanyaan, apakah untuk pertama sekali dalam sejarah empat pucuk pimpinan TNI bintang empat tidak dipilih dan ditunjuk oleh Presiden yang sedang menjabat selama lima tahun kurun masa jabatan kepresidenannya (Presiden Prabowo), namun ditunjuk, diangkat, dan dilantik oleh Presiden sebelumnya (Presiden Jokowi) ?
Apakah ini akan membawa kebaikan atau sebaliknya, hanya waktu yang bisa menjawab, kita sebagai warga negara hanya bisa menunggu dan sejarah akan menjelaskannya secara gamblang di masa depan.
UU memang mengharuskan TNI netral dalam politik dan hanya loyal kepada negara. Saya sama sekali tidak meragukan sedikitpun loyalitas Jenderal Agus Subiyanto, Jenderal Maruli, Marsekal Tonny, dan Laksamana Muhammad Ali kepada negara dan kepada Presiden saat ini Prabowo Subianto.
Namun pucuk pimpinan TNI tetaplah sebuah jabatan yang lahir dari proses politik, khususnya jabatan Panglima TNI. Dan seluruh Kepala Staf adalah jabatan yang diisi sesuai keputusan mandiri Presiden dengan segala subjektifitas Presiden yang menunjuknya.
Sehingga tidak dapat dipungkiri, pemilihan Panglima TNI dan seluruh Kepala Staf Angkatan, banyak atau sedikit, tidak bisa dilepaskan dari kedekatan yang bersangkuatan dengan Presiden yang mengangkatnya dan disesuaikan dengan visi dan misi Presiden yang mengangkatnya tersebut.
Hampir mustahil Presiden Prabowo akan mengganti keempat pucuk pimpinan TNI bintang empat tersebut setelah masa dinas aktifnya diperpanjang lima tahun oleh UU TNI baru walaupun hal demikian bisa saja terjadi dan Presiden memang memiliki hak prerogratif untuk itu.
Bagaimana mungkin TNI pada saat bersamaan memiliki delapan perwira tinggi bintang empat aktif, dimana empat menjabat sebagai pucuk pimpinan TNI dan empat lagi non-job.
Namun demikian, jika pilihan itu yang diambil Presiden Prabowo, bisa saja diberikan jabatan lain di luar struktur TNI, baik jabatan yang masih mempertahankan status sebagai Pati aktif seperti jabatan Menteri Pertahanan, maupun jabatan yang mengaharuskan pensiun sebagaimana pernah dialami Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono saat dilantik sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di zaman Presiden Gus Dur.
Konstitusi sudah menyediakan saluran hukum bagi warga negara yang memandang hal ini kurang elok, yaitu kurang elok jika semua pucuk pimpinan TNI bintang empat semasa Kepresidenan Presiden Prabowo 2024-2029 diangkat bukan oleh Presiden Prabowo, namun oleh Presiden sebelumnya yaitu Presiden Jokowi.
Saluran hukum itu adalah dengan mengajukan JR ke MK terkait keberlakuan masa aktif Pati TNI bintang empat tersebut.
Misal, ketentuan umur pensiun TNI bintang empat sesuai UU TNI yang baru hanya bisa diberlakukan bagi Pati TNI bintang empat yang diangkat setelah UU ini diberlakukan.
Sementara semua Pati TNI bintang empat yang saat ini sedang menjabat dan diangkat dalam jabatan pucuk pimpinan TNI oleh Presiden sebelumnya tetap berlaku ketentuan sebagaimana dalam UU TNI yang lama yaitu pensiun pada usia 58 tahun.
Kalaupun itu dianggap melanggar HAM karena memberlakukan hukum secara berbeda kepada warga negara, setidak-tidaknya MK bisa memutuskan bahwa Presiden saat ini dapat dan berwenang mengevaluasi Pati TNI bintang empat yang menjabat saat ini, apakah masih akan dipertahankan pada jabatannya atau diganti, saat yang bersangkutan memasuki masa pensiun sesuai UU TNI yang lama.
Saya termasuk warga negara yang memandang perlu diajukan JR ke MK terkait keberlakuan ketentuan tentang masa aktif Pati TNI bintang empat ini agar Presiden yang sedang menjabat memiliki keleluasaan memilih pembantunya dalam memimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI) sesuai visi dan misinya saat Pilpres 2024 yang tertuang dalam Asta Cita sebagai bentuk pertanggungjawaban Presiden Prabowo kepada pemilihnya khususnya dan kepada rakyat Indonesia umumnya. (***)