Anthonius turut menyesalkan sikap diam para legislator daerah, baik dari DPRD Toraja Utara maupun DPRD Sulsel, yang dinilai tidak tanggap atas keresahan masyarakat.
“Kalau mereka sungguh mewakili rakyat Tikala, seharusnya mereka turun tangan, keluarkan rekomendasi pencabutan izin tambang, dan bela warga yang menolak tambang ini,” serunya.
Ia juga menyinggung pentingnya menyelidiki legalitas izin yang dimiliki perusahaan tambang CV BD, yang diduga kuat tak sesuai prosedur.
Ancaman Nyata terhadap Warisan Budaya
Ketua Forum Komunitas Hijau, Ahmad Yusran menambahkan, ancaman tambang terhadap kawasan makam leluhur dan situs budaya di Tikala sangat serius.
Faktor iklim dan minimnya perlindungan hukum membuat situs-situs berbahan kayu dan batu kapur semakin rentan rusak.
“Galian C yang beroperasi tanpa memperhatikan zona perlindungan budaya akan menghancurkan situs-situs yang bahkan belum sempat terdata secara hukum,” ungkap Yusran.
Ia menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Jika terus dibiarkan, dampak sosial, ekologis, hingga potensi bencana seperti longsor dan banjir akan terus menghantui masyarakat Tikala dan sekitarnya.
Kesimpulan : Harapan Akan Penegakan Hukum yang Tegas
Prof. Agus mengucapkan lagi, masyarakat Tikala berharap penuh kepada Kapolres Toraja Utara dan jajaran aparat penegak hukum untuk tidak hanya berhenti pada dokumen formal, tapi juga menyelidiki proses dan dampak nyata dari aktivitas tambang.
“Jika tidak ada tindakan nyata dalam waktu dekat, warga menyatakan siap melangkah lebih jauh dengan membawa perkara ini ke tingkat nasional, termasuk mengadu langsung ke Kapolri,” Prof. Agus Salim, menandaskan.(Hdr)