PEDOMANRAKYAT, MEDAN – Demokrasi di Indonesia saat ini demokrasinya para elite. Demokrasi di Indonesia tetap ada tapi setengah yang dimiliki para elite. Begitu juga politik kita milik para elite.
Demikian disampaikan Pengamat Politik UINSU, Dr Faisal Riza, MA pada paparannya dalam Dialog Publik Analisis Kritis Terhadap Kondisi 6 Bulan Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW-KAMMI) Sumatera Utara, Sabtu (26/4/2025) di Rumoh Kupi Jalan Gajah Mada Medan.
“Proses demokrasi di Indonesia itu ada yang bilang separoh otoriter. Tapi para akademisi belum ada yang benar-benar mengatakan demokrasi kita hancur. Demokrasi kita ini sekarang demokrasinya para elite. Demokrasinya tetap ada tapi setengah yang dimiliki para elite. Begitu juga politik kita milik para elite,” jelasnya.
Hadir sebagai narasumber dalam dialog publik tersebut diantaranya, Praktisi dan Pengamat Hukum, Irwansyah, SH, MH, Praktisi Pendidikan, Putra Rajanami, S.Pd dan Kabid Kebijakan Publik (KP) KAMMI Sumut, Irham S Rambe, SH.
Lebih jauh, atraksi-atraksi elite kita sekarang ini tidak diorkestrasi secara menarik. Jadi cenderung bising dan kacau. Saat ini kita hanya berharap pada perubahan strategi perombakan kabinet. Orang-orang yang berpengalaman harus dimaksimalkan.
“Peran kita sebagai mahasiswa dan masyarakat sipil tetap kita kerjakan dengan mengontrol akrobat politik yang dipertontonkan para elite,” jelasnya.
Pengamat hukum, Irwansyah, SH, MH, dalam paparannya mengatakan, hukum tidak terbentuk begitu saja tapi ada proses politik. Yang harusnya tidak boleh menyampingkan hukum yang sudah ada. Tapi dalam praktiknya sering sekali hukum dan etika diabaikan sehingga proses politik terjadi penyimpangan dalam tujuan hukum yang harusnya memiliki kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
“Pengalaman hukum kita masih berorientasi pada kekuasaan bukan pada apa yang menjadi tujuan hukum yakni, kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Keadilan hukum masih jauh dari harapan. Persoalan budaya hukum kita tidak menimbulkan dominasi keadilan publik. Budaya hukum kita masih rendah,” bebernya.